JAKARTA, WB – Kadiv Humas Mabes Polri mengundang sekitar seratus pengelola media online di Jakarta. Pertemuan bertajuk “Silaturahmi Kadiv Humas Mabes Polri Dengan Jajaran Redaksi Media Online” untuk membangun sinergitas antara Polri dan media online dalam penyebaran informasi.
Keberadaan media online di satu sisi membuat penyebaran informasi menjadi tak berjarak dan cepat, namun di sisi lain dapat menjadi pemicu konflik jika informasi yang disebarkan berisi provokasi dan kabar palsu alias hoax.
Pengalaman sudah memberikan banyak pelajaran seburuk apa dampak media sosial merusak sendi-sendi kebersamaan dan harmonisasi masyarakat. Terakhir konflik horisontal di Tanjungbalai yang di cepat merembet lantaran provokasi di media sosial.
Menyikapi dampak buruk dari penggunaan internet, terutama oleh media online, Kadiv Humas Mabes Polri merasa perlu menyamakan persepsi dengan para pengelola media online bahwa informasi provokatif yang berbau SARA dan hate speech sangat mudah memicu amarah hingga terjadi konflik horisontal di tengah masyarakat.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar sangat mengapresiasi pertemuan ini. Dia tidak menduga forum silaturahmi ini dihadiri banyak pengelola media online. “Sungguh ini diluar dugaan kami, pada awal merencanakan pertemuan ini, perkiraan kami sekitar sepuluh atau dua puluh orang yang akan hadir, ternyata sampai seratusan lebih, maka kami putuskan untuk diadakan di Aula Wisma Bhayangkari ini,” jelas Boy Rafli di Wisma Bhayangkari, Jakarta Selatan, Rabu (24/8/2016).
Polri berharap ada kerjasama positif antara pengelola media online dan Polri d alam menjaga Kamtibmas sehingga tetap kondusif. “Melalui silaturahmi ini kami berharap ada sebuah sinergi positif antara humas – humas Polda, Polres dan Polsek dengan para pengelola media. Hal ini penting guna mendapatkan informasi yang cepat dan akurat yang bersumber langsung dari narasumbernya,” ujar Boy Rafli.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan dari pengelola media online Jappy Pellokilla mengatakan, ide dasar pertemuan ini bermula dari rasa keprihantinan terhadap maraknya situs media online yang lebih menonjolkan pemberitaanya dengan menyampaikan hal-hal yang bisa merusak kesatuan serta persatuan berbangsa dan bernegara.
“Disamping itu juga masih banyaknya anggapan dari beberapa pihak terhadap media online non mainstream yang dianggap kurang profesional, asal nulis, dan lain sebagainya,” ujarnya Jappy.
Padahal menurut Jappy, dalam era informasi seperti saat ini, terkadang informasi yang tidak didapat oleh media-media mainstream justru bisa didapat dan diinfromasikan oleh media online non mainstream yang secara hukum kedudukannya sama.
Dalam sessi tanya jawab, Boy Rafli berharap pertemuan seperti ini dapat berjalan secara reguler minimal 3 bulan sekali.[]