JAKARTA, WB – Analis sastra dan juga dosen sastra dari Jawa Tengah, Teguh Supriyanto berpandangan bahwa puisi Esai dibuat sebagai Pendidikan Karakter di Sekolah.
Pasalnya, puisi esai potensial digunakan untuk ikut membangun karakter para siswa di sekolah dan pendidikan umum. Karena ada beberapa keunggulan puisi esai untuk kebutuhan dalam pendidikan.
“Aneka isu sosial dari Aceh sampai Papua yang dituliskan dalam puisi esai mampu merekatkan kembali solidaritas kebangsaan. Ada drama dan bahasa puisi esai yang mudah dipahami. Juga ada catatan kaki dalam puisi esai yang memudahkan siswa untuk mengeksplor materi puisi,” ujar Teguh Supriyanto, saat diskusi berlangsung dalam seri ketiga pro kontra puisi esai, di Yayasan Budaya Guntur, Jumat (6/4/2018).
Dikatakan Teguh, estetika dalam gerakan puisi esai yang dimotori Denny JA tidak seperti puisi umumnya, seperti diksi atau kekuatan kata. Estetika puisi esai justru berasal dari ideologi kisah dan drama dalam puisi esai itu.
Dipandu moderator acara yang seorang komedian, Sakdiyah Ma`ruf disetting guna memberi rasa segar dan penuh tawa, ujar Isti Nugroho, selalu ketua panita.
Lima penyair dari lima pulau besar ikut hadir dalam diskusi itu menggambarkan isu sosial dalam puisi esai di wilayah mereka masing masing.
Kemalawati dari Aceh mengisahkan drama yang memang menjadi khas Aceh: Kisah pribadi dalam era Gerakan Aceh Merdeka dan gelombang Tsunami. Anggia Budiarti dari Papua menceritakan isu yang tumbuh di sana: perang suku, konflik pendatang vs penduduk asli, hingga konflik tanah adat.
Thobroni dari Kalimantan mengangkat drama dalam isu perbatasan Indonesia- Malaysia, rusaknya ekosistem karena bisnis pertambangan, dan punahnya tradisi masyarakat lokal. Hamri Monopo dari Sulawesi mengkisahkan isu adat istiadat yang tak lagi relevan, juga kepongahan darah biru dalam budaya lokal itu.
Heri Mulyadi dari Sumatera bagian Selatan menceritakan kisah pilkada di wilayahnya. Betapa misalnya politi memanfaatkan kemiskinan dengan mengumbar janji kampanye.
Semua isu itu dikisahkan dalam puisi esai yang panjang, penuh drama, mudah bahasanya dan dilengkapi catatan kaki. Denny JA selaku penggagas puisi esai menyatakan ia menyambut baik masuknya puisi esai dalam pendidikan karakter di sekolah.
“Para guru dari lima pulau sedang membuat buku panduan puisi esai. Juga sedang disiapkan anak SMP, SMA, Universitas mengkisahkan dunia mereka melalui puisi esai,” tandas Denny JA.[]