JAKARTA, WB – PPI Belanda bekerja sama dengan PPI Delft menyelenggarakan kegiatan Lingkar Inspirasi bertema “Tol Laut: From Conceptual Idea to Practical Implementation” pada hari Sabtu 6 Februari 2016 lalu. Diskusi tersebut bertujuan untuk membedah secara lebih mendalam konsep Tol Laut yang merupakan program unggulan pemerintahan Jokowi.
Dalam diskusi yang berlangsung selama dua jam tersebut, dihadirkan dua orang pembicara yang merupakan pelajar Indonesia yang sedang melakukan studi di Belanda. Mereka adalah Hafida Fahmiasari, mahasiswa master Transportation, Infrasructure, and Logistic di TU Delft dan Lucky Supriatna, mahasiswa master Coastal Engineering and Port Development di UNESCO-IHE Institute for Water Education.
Di sesi pertama, Hafida mengungkapkan bahwa tol Laut sebenarnya bukan merupakan barang baru. “Konsep ini merupakan adaptasi dari konsep Pendulum Nusantara yang sejak 2012 sudah digagas oleh Dirut Pelindo II, RJ Lino,” ungkap Hafida lewat keterangannya, Jakarta.
Ia menuturkan bahwa latar belakang konsep tol laut adalah karena adanya lingkaran setan logistik di Indonesia. Di satu sisi pengembangan industri masih terpusat di Jawa dan di sisi lain ongkos transportasi logistik antara Barat dan Timur amat mahal. Dengan demikian, disparitas antara Indonesia Timur dan Barat semakin besar dan Indonesia Timur semakin tertinggal. “Maka muncullah konsep tol laut yang bertujuan untuk memotong ongkos produksi logistik dan memperkecil kesenjangan pembangunan di Indonesia Barat dan Timur,” sambung Hafida.
Dalam presentasinya, Hafida menyampaikan hasil studi yang ia lakukan terkait efisiensi jaringan tol laut. “Hasil studi saya menunjukan bahwa konsep tol laut dapat meningkatkan efisiensi sebesar 45 persen dibandingkan dengan jalur transportasi laut yang ada sebelumnya.” Selain itu, Hafida menambahkan bahwa studinya menunjukan rute antara Tanjung Priok (Jakarta) dan Tanjung Perak (Surabaya) merupakan rute dengan tingkat kepentingan paling tinggi dalam jaringan tol laut Indonesia. “Hasil ini cukup wajar mengingat rute tersebut mengangkut 63 persen permintaan dari seluruh arus lalu lintas laut Indonesia. Namun, bukan berarti rute lain tidak penting. Justru di sinilah pekerjaan rumah pemerintah untuk meningkatkan geliat ekonomi di daerah lain terutama di Indonesia bagian Timur agar rute lain menjadi sama pentingnya,” lanjut Hafida.
Dalam kesimpulannya, Hafida mengungkapkan bahwa tol Laut bukanlah solusi tunggal bagi pemerataan pembangunan di Indonesia. Pertama, dibutuhkan juga pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di daerah Indonesia Timur untuk memastikan kapal-kapal yang berangkat dari Timur ke Barat melalui jaringan tol laut tidak membawa muatan kosong karena tidak adanya industri di sana. Kedua, Hafida juga menekankan pentingnya penguatan koneksi jaringan antara pelabuhan dengan area industri untuk menjamin agar ongkos logistik tidak mahal dan jaringan laut menjadi pilihan bagi kalangan industri.
Peran Pelindo
Di sesi kedua, Lucky Supriatna yang juga bekerja di PT. Pelabuhan Indonesia II menyampaikan peran Pelindo sebagai salah satu ujung tombak dalam mengimplementasikan konsep tol laut. Salah satu proyek besar yang tengah dikerjakan oleh Pelindo II adalah pembuatan jalur angkutan kontainer via sungai, atau inland water way dengan memanfaatkan kali Cikarang Bekasi Laut (CBL) untuk menghubungkan pelabuhan Tanjung Priok dengan pusat industri Cikarang Bekasi.
Sekitar 50 persen barang yang masuk ke Tanjung Priok berasal dari kawasan industri Jabebeka Cikarang. Melalui jalur sungai CBL nanti, satu kapal kontainer saja dapat mengangkut muatan yang sama banyaknya dengan 75 gerbong kereta barang atau 120 truk barang. “Oleh karena itu, selain menekan biaya transportasi, konsep inland water way ini juga dapat membantu mengurai kemacetan lalu lintas sepanjang jalur Cikarang – Tanjung Priok,” papar Lucky. Proyek ini secara tidak langsung dinilai dapat mendukung peran Pelabuhan Tanjung Priok sebagai salah satu hub terpenting dalam jalur tol laut.
Dalam presentasinya, Lucky juga menekankan pentingnya pembangunan soft infrastructure dalam mendukung konsep tol laut. “Selain membangun pelabuhan secara fisik, Pelindo saat ini sedang fokus pada pengembangan sumber daya manusia. Banyak karyawan yang didukung untuk melanjutkan studi S2 dan S3 di dalam maupun di luar negeri,” ujar Lucky. Pelindo juga tengah membangun kolaborasi triple helix yang kuat, salah satunya dengan merangkul universitas-universitas di Indonesia dalam Maritime Reform Project. “Intinya dalam proyek ini akademisi-akademisi dilibatkan dalam pengembangan pelabuhan. UGM misalnya dilibatkan dalam pengkajian hukum maritim, UI dalam aspek finansial pelabuhan, dan ITB dalam perencanaan dan desain pelabuhan,” lanjut Lucky.
Terkait konsep tol laut secara keseluruhan, Lucky mengungkapkan pentingnya kerja sama dari semua stakeholder agar memiliki visi yang sama akan tol laut ini. “Tol laut bukan hanya tanggung jawab Pelindo sebagai operator pelabuhan,” ujarnya.
Perlu komitmen pemerintah.
Ditemui usai diskusi, Sekjen PPI Belanda Ali Abdillah mengatakan bahwa konsep tol laut adalah konsep yang sesuai dengan filosofi Indonesia sebagai Negara kepulauan, memandang laut bukan sebagai pemisah tetapi penghubung satu nusantara. “Tol Laut menjadi salah satu instrumen penting untuk mewujudkan mimpi Indonesia sebagai poros maritim dunia,” papar Ali.
Yang disayangkan oleh Ali adalah komitmen implementasinya. Proyek besar-besaran ini perlu melibatkan banyak pihak mengingat kebutuhan dana yang tidak sedikit. Berdasarkan RPJMN 2015 – 2019, untuk membangun 24 pelabuhan pendukung infrastruktur tol laut saja dibutuhkan setidaknya anggaran sebesar 66 trilyun rupiah. Belum lagi biaya pengadaan kapal-kapal baru dan pengembangan infrastruktur lainnya. “Pemerintah perlu komitmen membangun tol laut, jangan setengah-setengah. Ini kok malah ingin membangun kereta api cepat Jakarta-Bandung yang bukan prioritas dan tidak ada kaitannya dengan mimpi besar kita,” ujar Ali.
Selain itu Ali menambahkan agar fokus pembangunan sebaiknya lebih diarahkan ke Indonesia Timur, termasuk pengembangan kawasan ekonomi khusus yang memanfaatkan potensi daerah masing-masing. “Dengan demikian jaringan tol laut yang nanti dibangun tidak sia-sia karena industri di Timur pun telah hidup,” pungkas Ali. []