JAKARTA, WB – Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS Rofi Munawar menilai rencana pemerintah untuk meningkatkan angka importasi sapi dari Australia, dipastikan akan mengancam peternak lokal dan program swasembada daging sapi.
Rofi menjelaskan, Pemerintah harusnya mengurangi impor dan meningkatkan produksi sapi lokal, dan bukan importasi.
“Pemerintah ada baiknya melakukan proses pelaksanaan evaluasi Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) secara serius, sehingga bisa dipetakan potensi dan solusi yang perlu dilakukan dalam pengembangan swasembada daging sapi,” kata Rofi di DPR, Selasa (2/12/2014).
Dia berharap, Kementerian Perdagangan (Kemendag) segera menerbitkan izin untuk mengimpor 264 ribu ekor sapi pada kuartal keempat tahun ini, sebuah peningkatan yang signifikan dari perkiraan awal sekitar 136 ribu ekor.
Perencanaan indikatif impor sapi tahun 2014 mencapai 700.000 ekor. Pada Triwulan I-2014, Kemendag sudah menerbitkan surat persetujuan impor sebanyak 130.245 sapi bakalan untuk 35 importir dan 26.360 sapi siap potong kepada 16 importir.
“Impor sapi bakalan diprediksi dapat menguras devisa negara hingga Rp 4,8 – 5 triliun, dana sebesar itu jika dialihkan untuk pengembangan sapi lokal tentu akan sangat bermanfaat dalam mendorong roda ekonomi dan konsumsi daging nasional,” papar Rofi.
Wakil Ketua Fraksi PKS ini menambahkan, swasembada daging adalah program pemerintah sebagai regulator menyediakan 90 % dari total kebutuhan daging sapi lokal di dalam negeri, sedangkan 10 % sisanya berasal dari pasokan luar negeri berupa impor sapi bakalan dan impor daging. Namun ironisnya, proporsi importasi jika dilihat komposisi terbesar maka Australia menjadi negara pemasok utama daging atau sapi bakalan bagi Indonesia, dampaknya banyak industri ternak sapi di negeri kangguru tersebut tumbuh dan berkembang “hanya” dengan melakukan importasi ke Indonesia.
“Pemerintah harus menciptakan kebijakan tata niaga dan tata kelola daging sapi yang kondusif bagi peternak lokal, agar keseimbangan supply dan demand bisa terjadi. Peternak Australia bisa sejahtera dengan melakukan importasi ke Indonesia, sedangkan peternak lokal terpinggirkan karena harganya tidak kompetitif,” tandas Rofi.[]