JAKARTA, WB – Ditundanya eksekusi mati terhadap Mary Jane, tidak lepas dari upaya diplomatik dan hukum dari Pemerintahan Filipina. Jika ada bukti baru yang memperkuat posisi Mary Jane sebagai `korban`, terpidana itu bisa lolos dari hukuman mati.
Setelah Presiden Jokowi dan Presiden Filipina Benigno Aquino Jr membahas masalah Mary Jane, selanjutnya digarap lebih serius oleh Jaksa Agung H M. Prasetyo dan Menteri Kehakiman Filipina Leila De Lima. Kemudian muncul surat permintaan penundaan eksekusi mati terhadap Mary Jane tertanggal 28 April 2015.
Surat sakti berkop Kementerian Kehakiman Filipina itulah yang membuat Prasetyo menghubungi Jaksa Eksekutor detik-detik terakhir dan meminta eksekusi Mary Jane ditunda.
Prasetyo mengatakan, penundaan eksekusi terhadap Mary Jane lantaran ada bukti baru yang disampaikan oleh pemerintah Filipina yang menjelaskan bahwa Mary Jane merupakan korban human trafficking.
Untungnya, beberapa jam sebelum eksekusi, majikan yang dulunya mempekerjakan Mary Jane, Maria Kristina Sergio menyerahan diri. Maria diduga yang merekrut Mary Jane dan menyuruhnya mengirim paket heroin ke Indonesia.
Dalam surat itu permohonan penaguhan dari Filipina itu tertuang alasan bahwa pemerintah Filipina sedang menggelar penyelidikan kasus penipuan dan perdagangan manusia yang melibatkan Mary Jane. Dengan begitu, keterangan dari Mary Jane sangat dibutuhkan.
“Keterangan Mary Jane ini diharapkan untuk bisa meningkatkan kasus ke tingkat penyidikan,” jelasnya.
Prasetyo menambahkan, Mary Jane nantinya diminta memberikan keterangan dan testimoni atas kasus perdagangan manusia itu yang melibatkannya. Sebenarnya, pemerintah Filipina menginginkan Mary Jane dibawa ke negeri asalnya untuk memberikan pernyataan tersebut.
“Tapi, kami tidak membolehkan, mengapa bukan penyidik Filipina yang datang ke Indonesia,” tuturnya.
Ada kabar yang menyebutkan bukti baru yang diberikan oleh pemerintah Filipina itu untuk mengulur waktu eksekusi. Bahkan jika terbukti Mary Jane tidak bersalah maka bisa menganulir putusan eksekusi mati. []