JAKARTA, WB – Peninjauan kembali (PK) Kejaksaan Agung terkait dugaan penyalahgunaan wewenang oleh yayasan Supersemar yang dikelola kerabat keluarga mantan Presiden Soeharto akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA).
Awalnya perkara ini ketika pihak Supersemar tidak memenuhi pembayaran kas negara sebesar 5 persen dari total laba yang dihasilkan sesuai ketentuan yang telah disepakati. Akibatnya negara diperkirakan menelan kerugian sebesar USD 315 juta dan Rp 139,438 miliar.
“Sudah diputus. Itu perkara di nomor 140.PK.PDT.2015, tertanggal 8 Juli 2015,” kata Juru Bicara MA, Suhadi, Jakarta, kemarin.
Atas putusan tersebut, MA mewajibkan Yayasan Supersemar membayar ganti rugi tersebut dan denda sekira Rp4,4 triliun dengan teknis yang akan diatur oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai pengadilan tingkat pertama.
Sedangkan gugatan perdata yang diajukan Presiden RI dan diwakili oleh Kejaksaan Agung terkait kasus Supersemar ditujukan kepada dua tergugat, yakni mantan Presiden Soeharto dan Yayasan Supersemar.
“Dalam perkara ini ada dua tergugat, Soeharto sebagai tergugat satu dan Yayasan Supersemar sebagai tergugat dua, yang dihukum dalam putusan ini adalah Yayasan Supersemar,” ujarnya.
Yayasan Supersemar itu dinilai menyelewengkan dana hibah. Dana yayasan tersebut sejatinya digunakan untuk beasiswa para pelajar pintar tapi miskin. Namun, sebagian dana itu disalurkan yayasan ke sejumlah perusahaan.
Putusan pada 28 Oktober 2010 itu, Majelis Kasasi MA memerintahkan Yayasan Supersemar membayar uang denda dalam dua bentuk mata uang, yakni dolar AS dan rupiah.
Namun, ada pengetikan yang salah di bagian rupiah, seharusnya Supersemar membayar 75 persen dari Rp185.918.048.904,75. Tetapi ada tiga angka yang tidak dituliskan majelis kasasi, yaitu angka 048.
Akibatnya, nominal yang harus dibayar Yayasan Supersemar pun salah, yakni hanya Rp139.229,178. Padahal, apabila pengutipan angka benar, jumlah yang harus dibayar oleh Supersemar adalah Rp139,2 miliar. []