JAKARTA, WB – Demokrasi di Indonesia semakin berkembang setelah negara memberi kesempatan kepada seluruh warganya, baik perempuan maupun laki-laki, baik etnis maupun agama untuk dipilih menjadi pejabat publik.
Meski begitu, namun tak dipungkiri masih adanya isu diskriminatif yang mengancam kesetaraan dan kesempatan yang sama bagi setiap warga negara.
Temuan terbaru Lingkaran Survei Indonesia Denny J.A menyebut adanya tren positif isu anti diskriminasi di Indonesia. Tren positif ini adalah meningkatnya penerimaan publik terhadap peran politik etnis minoritas terutama yang keturunan Tionghoa dan peran politik perempuan di Indonesia, meski dukungan pada keduany belum mencapai angka mayoritas atau masih di bawah 50 %.
Khusus untuk etnis minoritas, publik memiliki penerimaan yang berbeda tergantung apakah dilebel daerah atau nasional seorang dari etnis minoritas menjadi pemimpin.
Survei LSI menunjukka bahwa mayoritas publik mulai menerima jika dipimpin oleh etnis mayoritas pada level daerah. Contohnya Ibukota Jakarta yang dipimpin Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur merupakan contoh nyata di mana seorang keturunan Tionghoa menjadi pemimpin daerah. Meski begitu, mayoritas publik masih belum menerima jika dipimpin oleh etnis minoritas di level nasional.
“Sebesar 55.50% publik menyatakan bahwa mereka bisa menerima jika walikota/bupat/gubernurnya adalah seorang yang berasal dari etnis minoritas. Dan hanya 39% yang menyatakan bahwa mereka belum bisa menerima jika kepala daerahnya dipimpin oleh etnis minoritas,” kata peneliti LSI Ardian Sopa di kantor pusat kebudayaan Rusia di Menteng Jakarta Pusat, Jumat (27/3/2015).
Namun, lanjut dia, untuk level nasional malah terjadi sebaliknya. Hanya 36.90% publik yang menyatakan bahwa mereka siap menerima jik dipimpin oleh presiden yang berlatar belakang etnis minoritas.
“Sebesar 56.80% publik menyatakan bahwa mereka belum siap dipimpin oleh presiden yang beras dari etnis minoritas,” terangnya.
Untuk perubahan positifnya, tahun 2015 publik menyatakan bisa menerim pimpinan nasional dari etnik Tionghoa sebesar 36,90% ketimbang pada tahun 2005 yang hanya 29.30% saja.
Surevi inj dilakukan pada tanggal 23-25 Maret 2015 di 33 Provinsi di aeluruh Indonesia dengan menggunakan multistage random sampling sample sebanyak 658 responden, dengan estimasi margin of eror sebesar 3.9%.[]