JAKARTA, WB – Menteri Hukum dan Ham (Menkumham) Yasonna Laoly memutuskan untuk tidak mengeluarkan surat keputusan (SK) soal pengesahan dualisme kepengurusan Partai Golkar.
Bahkan Menkumham menyerahkan kembali konflik internal sengketa Golkar terkait hasil Munas Golkar Bali maupun Jakarta untuk menyelesaikan kekisruhan kepemimpinan di tubuh partai Orde Baru tersebut, baik melalui Mahkamah Partai atau islah.
Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyebutkan bahwa mayoritas publik menginginkan elit Golkar untuk segera berdamai. Sebab, konflik Golkar ini bisa mempengaruhi situasi politik di Indonesia.
“Pasca keputusan Menkumham soal Munas Golkar, mayoritas publik yaitu sebesar 72.94 % menginginkan pimpinan Golkar segera melakukan Islah dan menyelesaikan permasalahan dualisme kepemimpinan melalui Mahkamah Partai. Dan hanya minoritas yaitu sebesar 17.65 % yang menginginkan kedua versi Golkar itu bertarung kembali di pengadilan untuk menentukan pihak mana yang sah,” jelas peneliti SLI, Ardian Sopa saat konferensi pers di kantor LSI, Jumat (19/12/2014).
Dalam survei tersebut, Ardian menyebutkan instabilitas politik internal Golkar akan berdampak pada instabilitas politik nasional. Sebab, mayoritas publik sependapat bahwa konflik di tubuh Golkar akan menggangu stabilitas politik nasional.
“Sebesar 63.20 % publik menyatakan setuju dengan pernyataan bahwa konflik Golkar akan berpengaruh pada stabilitas politik. Hanya 28.75 % publik yang menyatakan bahwa konflik Golkar tidak berpengaruh pada stabilitas politik nasional,” terangnya.
Hasil survei ini juga menemukan bahwa ada dua produk islah melalui Mahkamah Partai yang disarankan oleh publik. Kedua produk islah tersebut antara lain yakni, pertama, sebaiknya Golkar melakukan munas bersama atau munas rekonsiliasi atas dasar kesepakatan kedua kubu mengenai panitia penyelenggara, tempat dan waktu.
”Dalam munas ini, semua pihak dibolehkan bertarung kembali. Ketua umum hasil munas rekonsiliasi inilah yang nantinya akan diakui bersama. Namun cara ini menurut publik membutuhkan waktu lama dan mahal,” ujarnya.
Yang kedua, lanjut Ardian, islah dengan cara kesepakatan power sharing bisa dilakukan. Pada cara kedua ini, baik kubu Agung Laksono dan kubu Aburizal Bakrie harus sepakat untuk mengelola Golkar secara bersama-sama.
”Menurut publik, ini adalah cara yang murah dan cepat namun dibutuhkan kerelaan kedua pihak untuk berbagi,” ucapnya.
Survei ini dilakukan melalui quick poll pada tanggal 16 -17 Desember 2014. Survei menggunakan metode multistage random sampling dengan 1.200 responden dan margin of error sebesar +/- 2,9 %. Survei ini dilaksanakan di 33 propinsi di Indonesia. Hasilnya juga dilengkapi dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis media, FGD, dan in depth interview.[]