JAKARTA, WB – Anggota Tim Kampanye Nasional pasangan Capres-Cawapres, Jokowi – JK, Yuddy Chrisnandi mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), melakukan investigasi atas kericuhan saat pencoblosan Pilpres di Lapangan Victoria Park, Hong Kong.
Menurut Yuddy, sebagai lembaga penyelenggara pengawas, Bawaslu dan juga aparat keamanan wajib untuk mengirimkan tim agar melakukan investigasi.
“Meski Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebutkan, hal itu terjadi akibat masalah teknis. Bawaslu dan Polri harus tetap mengirim utusan ke Hong Kong. Itu guna menyelidiki apa penyebab dan motif kericuhan yang terjadi,” beber Yuddy, Selasa (8/7/2014).
Alasan kenapa dirinya mendesak Bawaslu bersama polisi untuk melakukan penyelidikan, menurut Yuddy, ada rumor yang menyebut ada petugas setempat yang mempersilakan WNI yang masih berada di luar pintu pagar pemilih untuk bisa memberikan suaranya jika memilih pasangan capres-cawapres bernomor urut 1.
“Jadi berembus kabar itu kalau PPLN dan KJRI mau membuka pintu pagar masuk ke TPS dan mempersilahkan WNI yang tertahan di luar pintu pagar untuk memilih apabila mau mencoblos pasangan nomor urut 1,” katanya.
Karena terdengar santer akan hal tersebut, maka Yuddy mendesak Bawaslu dan KPU berserta aparat kepolisian untuk segera memastikan. Pasalnya jika tidak, maka akan dikhawatirkan, pilpres tahun ini tidak akan berjalan demokratis dan tidak melahirkan presiden dan wakil presiden yang merupakan pilihan rakyat.
Jika nanti Bawaslu dan Polri berhasil menemukan adanya oknum PPLN atau KJRI terbukti melakukan pelanggaran, maka kedua lembaga ini harus menindaknya secara tegas agar memberikan efek jera dan tidak terjadi lagi di masa mendatang. Karena hal tersebut telah mencoreng kredibilitas KJRI dimata dunia.
“Jadi harus ada efek jera agar petugas tidak main-main dalam menyelenggarakan tugasnya. Insiden Hong Kong ini sangat merugikan pendukung Jokowi-JK,” pungkas Yuddy.
Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad menceritakan sedikit kronologi terjadinya kisruh pemungutan suara pilpres di di Hong Kong pada Ahad (6/7/2014).
Menurut Muhammad, sebelum pukul 17.00 waktu setempat TPS yang terletak di Victoria Park sudah sepi. Namun, 30 menit setelah TPS ditutup, tiba-tiba gerombolan orang datang menyatakan mereka belum memilih.
“Ada gerombolan orang yang menyatakan mereka belum memilih, padahal jarinya sudah hitam,” katanya, Senin (7/7/2014).
Saat itu, ia pun bertanya pada gerombolan orang yang datang di detik-detik terakhir pemungutan suara. Mereka mengatakan datang untuk menunjukkan solidaritas kepada orang-orang yang belum memberikan suaranya.
“Tapi, media menangkap seluruhnya yang belum memilih,” jelas Muhammad.
Sebelumnya, pada Ahad sore, jejaring sosial facebook dan twitter diramaikan isu tentang pemilu di Hong Kong yang nyaris rusuh. Lantaran ratusan Warga Negara Indonesia (WNI) tidak bisa menggunakan hak pilihnya di TPS yang dibangun di Victoria Park, Hong Kong.
Mereka tidak bisa memilih karena TPS sudah ditutup pada pukul 17.00 waktu setempat. Sementara penyelenggara pemilu disebut tidak berupaya mengakomodasi kepentingan pemilih. []