WARTABUANA – Rencana pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada jasa pendidikan atau sekolah dikritisi Ketua Bidang Pendidikan Dewan Pimpinan Nasional Sentra Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (Depinas SOKSI), Yovita Lasti Handini. Menurutnya, lembaga pendidikan swasta adalah lembaga yang dibentuk untuk menjalankan amanah konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Rencana pemerintah itu tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang diajukan pemerintah dan akan dibahas dengan DPR. Dalam aturan tersebut, sektor pendidikan dihapus dari daftar jasa yang tak terkena PPN. Artinya, jasa pendidikan akan segera dikenakan PPN bila revisi UU KUP disahkan.
Padahal jasa pendidikan sebelumnya tidak dikenai PPN sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 223/PMK.011/2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai PPN.
Menanggapi draft rancangan undang-undang itu, Yovita Lasti Handini menegaskan, lembaga pendidikan swasta adalah lembaga yang dibentuk untuk menjalankan amanah konstitusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga tidak bisa disamakan dengan perusahaan komersial yang mencari laba.
Sekjen Wanita Swadiri Indonesia (WSI) ini juga menambahkan, pada kenyataannya lembaga pendidikan swasta mampu menjangkau masyarakat luas dan memberikan bantuan beasiswa kepada siswa-siswa yang membutuhkan.
“Jika masih dibebankan dengan PPN akan sangat memberatkan bukan hanya kepada penyelenggara tetapi juga untuk masyarakat pada umumnya karena beban operasional akan bertambah.” papar Yovita Lasti Handini.
Politisi Partai Golkar ini juga mengingatkan, kondisi ekonomi masyarakat sekarang ini masih sangat berat karena pandemi, jangan ditambahkan lagi dengan beban yang memberatkan. Bidang Pendidikan Depinas SOKSI berharap DPR dapat memberi masukan kepada pemerintah untuk menganulir rencana tersebut.
Namun, jika pemerintah terpaksa tetap akan mengenakan PPN terhadap jasa pendidikan, menurut Yovita Lasti Handini, sebaiknya hasil pajak tersebut harus dikembalikan kepada pemangku pendidikan yang dampaknya dirasakan langsung oleh pemangku pendidikan.
Bentuknya beragam, misalnya subsidi gaji bagi pendidik dan tenaga kependidikan yang bergaji di bawah Rp.5 juta untuk semua pendidik dan tenaga kependidikan di seluruh Indonesia tanpa terkecuali, pelatihan yang berguna bagi peningkatan mutu saat ini dan masa depan, studi banding pendidik dan tenaga kependidikan.
Kemudian pemberian BPJS kesehatan kelas 1 untuk seluruh pendidik dan tenaga pendidikan serta melepaskan tanggung jawab iuran BPJS ketenagakerjaan kepada lembaga pendidikan dan diberikan langsung oleh pemerintah.[]