WARTABUANA – Sidang praperadilan atas penetapan tersangka mantan anggota DPR RI, I Nyoman Dhamantra, terkait kasus dugaan suap pengurusan kuota dan izin impor bawang putih dipimpin Krisnugroho, selaku hakim tunggal di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, pada Kamis (7/11/2019).
Sidang beragenda permintaan keterangan saksi atau ahli hukum pidana dari STIH Iblam, Abdul Chair Ramadhan. Menurut Abdul Chair, Operasi Tangkap Tangan (OTT) tidak diatur di Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Strategi menangkap seseorang melalui OTT merupakan perkembangan lembaga penegak hukum.
“Secara akademis dan ilmiah, OTT bertentangan dengan KUHAP. Karena sampai sekarang ahli belum menemukan dalil argumentatif maupun pendekatan penafsiran baik secara teologis, teoretika terhadap pembenaran OTT,” ujar Abdul Chair di persidangan.
Menurut Abdul Chair, OTT merupakan produk dari praktik lembaga penegak hukum. Bukan dari sebuah aturan hukum itu sendiri. OTT bertentangan dengan Pasal 1 butir 19 KUHAP tentang tertangkapnya seseorang pada saat sedang maupun sesudah melakukan tindak pidana. Dia mengatakan, praktik tertangkap tangan beda dengan OTT dalam kacamata hukum.
Abdul Chair menambahkan, tidak perlu lagi ada penafsiran tertangkap tangan. Karena, itu sudah menjadi istilah umum. “Tertangkap tangan itu pengetahuan umum yang tidak perlu ada lagi pembuktian,” katanya
Menanggapi itu anggota Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Togi Robson Sirait menanyakan aturan detil dari pemahaman Abdul Chair terkait KUHAP yang tidak mengatur OTT. Menjawab itu, Abdul Chair berargumen, sesuatu yang sudah menjadi ketentuan umum tidak perlu dibuktikan.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan I Nyoman Dhamantra (INY) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan izin impor bawang putih tahun 2019. Selain Nyoman, KPK juga menjerat lima orang lainnya dalam kasus ini, yakni Mirawati Basri (MBS) selaku orang kepercayaan Nyoman, Elviyanto (ELV) orang dekat Nyoman, dan tiga pihak swasta yakni Chandry Suanda (CSU) alias Afung, Doddy Wahyudi (DDW), dan Zulfikar (ZFK).
Nyoman diduga meminta fee sebesar Rp3,6 miliar dan Rp1.700 hingga Rp1.800 per kilogram dari pengurusan izin impor bawang putih dengan kuota 20 ribu ton untuk beberapa perusahaan termasuk perusahaan yang dimiliki oleh CSU alias Afung.
Dari komitmen fee tersebut, Nyoman diduga sudah menerima Rp2 miliar yang dikirim oleh Doddy ke rekening kasir money changer milik Nyoman. Rp2 miliar tersebut direncanakan untuk digunakan mengurus surat persetujuan impor (SPI). []