JAKARTA, WB – Kuasa Hukum Anas Urbaningrum, Patra M. Zen, menuding banyak aksi “sim-salabim” dalam penanganan kasus kliennya. Selain bernuansa politis, Patra menuding, dari awal sampai jalannya persidangan di Tipikor, kasus aduannya bisa berubah-ubah.
“Saya berdoa jangan sampai kita dikriminalisasi oleh rekayasa hukum. Jangan sampai kita jadi terdakwa karena diduga melakukan tindak pelanggaran dari proyek-proyek yang tidak jelas statusnya,” ujar Patra saat dijumpai di bilangan Cikini, Sabtu (20/9/2014).
Patra mengatakan, hanya dalam kasus Anas saja, ada sidang yang digelar sampai pukul 03:00 dini hari, hal itu tentu mengacu pada 91 saksi yang diajukan oleh JPU. Padahal kata Patra, jika hanya tuntutannya soal suap kendaraan Harier, dua orang saksi saja sudah cukup.
“Kalau cuma bukti suap dan gratifikasi, cuma dua saksi aja cukup. Ini sampai 91 saksi. Kita berharap majelis hakim objektif lah,” tegas Patra.
Terkait soal gratifikasi, Patra menjawab kalau soal tuduhan itu sangat mudah untuk dibantah. Kata dia, jangan terlalu jauh membahas apalagi sampai masuk pada isi materi tuduhan. Soal mobil Harier jelas tidak dapat dikatakan gratifikasi atau suap kepada pejabat negara, karena saat itu, Anas belumlah menjabat sebagai anggota DPR.
“Ketika itu dia belum menjadi anggota DPR, karena pelantikannya sendiri saat itu, Oktober 2010. Mahasiswa hukum saja tahu, seseorang bisa disebut menjadi penyelenggara negara kalau dia sudah dilantik dan disumpah. Jadi JPU yang membuat tuntutan sampai 1700 halaman itu, pertanyaannya adalah alat bukti apa yang dia gunakan untuk menuntut seseorang ? Kalau tuntutan hanya dari keterangan Nazaruddin dan anak buahnya, bagi kami itu tidak dapat dijadikan terdakwa,” tegas Patra. []