JAKARTA, WB – Maraknya aksi begal disejumlah daerah, terutama di Jakarta kian membuat masyarakat makin khawatir. Apalagi, rata-rata pelaku begal ini adalah remaja yang masih berusia belasan tahun.
Ketua Komisi Perlindungan Anak, Seto Mulyadi menilai para pelaku begal yang dikategorikan masih anak-anak tersebut merupakan korban dari sebuah keadaan yang tidak kondusif, atau bisa dikatakan pernah menjadi korban kekerasan.
“Anak-anak yang melakukan begal, jangan diposisikan sebagai pelaku. Tetapi, dia juga merupakan korban dari lingkungan yang tidak kondusif. Seharusnya ada gerakan bersama untuk bisa meredam gejolak dari anak-anak yang frustrasi,” kata pria yang akrab disapa Kak Seto ini, Senin (16/3/2015).
Menurut data yang dimiliki, saat ini Indonesia mempunyai nilai yang cukup tinggi di Asia terhadap tindak kekerasan kepada anak.
“Data hari ini yang saya terima telah menegaskan Indonesia tertinggi di Asia dengan 84 kasus kekerasan. Kekerasan terhadap anak harus distop,” ujar Seto.
Selain tingginya tindak kekerasan terhadap anak tersebut, lanjut dia, anak yang melakukan tindak pembegalan bisa juga disebabkan karena kurangnya wadah anak-anak untuk mengekspresikan diri.
“Dulu di Jakarta itu ada youth center, tapi ke mana sekarang, sudah tidak ada lagi hal yang bisa menjadi bagian dari kebanggaan anak-anak. Mereka yang mempunyai keahlian dalam bidang musik, olahraga, dan lain sebagainya tidak diberi kesempatan untuk muncul dan dihargai. Dari situ muncul anak-anak yang merasa gagal dan memiliki rasa frustrasi, tutur dia.[]