JAKARTA, WB – Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan mengungkapkan jika Jokowi-JK tidak cepat dalam menentukan menteri pada kabinetnya, akan berdampak pada terhambatnya jalannya pemerintahan di daerah.
“Dalam hal tertentu, ada kewenangan atributif Menteri yang tidak bisa dilimpahkan ke Sekjen, Dirjen, atau Irjen, jadi harus menunggu menteri baru, seperti penandatanganan SK penjabat kepala daerah, SK pimpinan DPRD, SK EKPPD (Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah) dan evaluasi APBD,” katanya di Jakarta, Jumat (24/10/2014).
Djohan menuturkan, jika terdapat kekosongan penjabat kepala daerah maka mau tak mau harus menunjuk penjabat yang akan menjalankan tugas-tugas kepala daerah dan surat keputusan (SK) tersebut harus ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri.
Selain itu, pembentukan alat kelengkapan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat provinsi dan kabupaten/kota juga harus mendapat persetujuan dari Menteri Dalam Negeri.
“Tetapi untuk SK DPRD sudah selesai dengan Pak Gamawan Fauzi (Mendagri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II), dan langsung kami kejar itu untuk diselesaikan,” jelasnya.
Terkait Surat Keputusan EKPPD dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015, Djohermansyah menjelaskan, penilaian kinerja pemerintah daerah dan Rancangan APBD juga harus mendapat persetujuan dari Menteri Dalam Negeri setelah dilakukan evaluasi.
“APBD yang sudah diketok palu di daerah harus dikirimkan ke sini (Pusat) untuk dievaluasi, dan di sini juga harus ditandatangani oleh Menteri, sehingga tetap harus menunggu Menteri baru,” tutur Djohan. []