JAKARTA, WB – Dalam menyusun kabinetnya, presiden terpilih Jokowi diminta untuk bisa memilih menteri yang tepat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, bukan semata-mata karena hanya hubungan emosional.
Permintaan itu disampaikan oleh sejumlah elemen masyarakat seperti Yayasan LBH Indonesia, Pusat Aspirasi Kejian Buruh Indonesia (PASKABI), Serikat Buruh Migrant Indonesia (SBMI), Tani Merdeka dan Front Revolusi Kuba Hijau.
Sekjen SBMI Anwar Ma`arif menilai, selama dua tahun terakhir ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum mampu memerintahkan kabinetnya untuk menjalankan program yang sesuai dengan kebutuhan rakyat. Mereka justru terlihat bekerja untuk kepentingan partai dan kelompoknya sendiri dengan menjadikan posisi menteri sebagai `mesin ATM`.
“Kami melihat kabinet pemerintahan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) selama 2 tahun belum bisa memenuhi harapan masyarakat. Sebab, menteri-menterinya tidak bekerja sungguh-sungguh untuk pemerintah melainkan mereka bekerja untuk pencitraan dirinya dan partai pengusungnya,” ujarnya saat diskusi publik yang diselenggarakan oleh Forum Diskusi Wartawan (Fordiswan) di Kantor YLBHI, di Jalan Diponogoro, Jakarta Pusat, Minggu (24/08/14).
Aktivis yang biasa disapa Bobi ini menyoroti, beberapa kementerian yang terkait dengan persoalan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) seperti Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans), Menteri Luar Negeri (Menlu), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Badan Nasional Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). “
Beberapa kementerian tersebut kata Bobi, masih belum bisa bekerja secara singkron dalam menangani persoalan TKI. Mereka terlihat sendiri-sendiri, sehingga banyak peraturan-peraturan yang saling bertrabrakan antara kementerian dengan kementerian lainnya termasuk bertabrakan dengan BNP2TKI.
“Kasus semacam ini akan membuat TKI harus dipusingkan dengan macam-macam persoalan di dalam negeri. Itu baru di dalam negeri dan belum di luar negeri,” terangnya.
Oleh sebab itu, Jokowi-JK diharapkan mampu menunjuk seorang menteri sesuai dengan bidangnya. Sekaligus punya kemampuan yang tinggi dalam menjalin komunikasi untuk berkerja sama dengan kementerian atau lembaga terkait dalam menangani persoalan rakyat.
“Jangan sampai seperti kabinet yang lalu-lalu, yang tak bisa bekerja sama tapi bisanya bekerja buat dirinya pribadi dan partainya, sehingga kesejahteraan rakyat terhambat,” celotehnya.
Sementara itu, Ketua Umum Tani Merdeka, Musyanto juga meminta kepada Jokowi untuk benar-benar terlepas dari intervensi manapun termasuk dari partai pendukungnya dalam menunjuk seorang untuk menempati posisi menteri.
“Jokowi harus bisa menempatkan kepentingan rakyat bukan kepentingan partai atau golongan. Jokowi jangan mau diintervensi sekalipun itu dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri,” ujarnya.
Misalnya saja, dalam menunjuk Menteri Pertanian, Musyanto meminta Jokowi untuk bisa mencari orang yang tepat yang sekiranya bisa menjalankan gagasan-gagasan Jokowi dalam membangun dan memajukan pertanian Indonesia sesuai dengan visi-misinya.
“Saya juga berharap Jokowi dengan benar dan tepat memilih Menteri Pertanian karena sektor tani sangat penting dalam membangun bangsa, tanpa petani siapa yang akan menanam segala pangan, kalau tidak ada pangan kita mau makan apa?” terangnya.
Musyanto menyadari, pertanian menjadi hal yang pokok untuk diperhatikan oleh pemerintah kedepan. Pasalnya Indonesia masih terkenal sebagai negara agraris dengan kondisi tanahnya yang subur. Tapi jika dilihat kinerja pemerintah saat ini. Kebutuhan pokoknya justru lebih banyak didatangkan dari luar negeri. Ini tandanya, kata Musyanto sebagai negara agraris Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan pangan masyarakatnya.
Oleh sebab itu, pemerintah harus mampu menyediakan fasilitas dan infrastruktur yang baik, serta pendanaan dan teknologinya yang cukup bagi para petani di masyarakat. “Badan usaha milik petani itu juga perlu dikembangkan selain ada koperasi, itu tinggal diterapkan saja,” ucapnya.
Kedepan Jokowi juga masih akan dihadapkan dengan persoalan agraria. Persoalan ini menjadi polemik yang kerap dihadapi masyarakat adat dengan pemerintah. Bahkan, cenderung berakhir dengan perlawanan antar masyarakat dengan aparat. Oleh karenanya, Jokowi juga haru mampu menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. []