JAKARTA, WB – Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut terdakwa kasus suap pengurusan sengketa Pilkada Lebak, Banten Akil Mochtar dengan hukuman seumur hidup dan denda sebesar Rp 10 milyar.
Jaksa menilai Akil telah menerima suap saat menangani sengketa Pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan pidana kepada terdakwa M Akil Mochtar berupa pidana seumur hidup dan denda sebesar Rp 10 miliar,” ujar jaksa Pulung Rinandoro di Pengadilan Tipikor, Senin (16/6/2014).
Mantan Ketua MK tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan telah menerima uang suap sebesar Rp 1 milyar dari Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan melalui pengacara Susi Tur Handayani. Untuk tersebut diberikan untuk untuk mempengaruhi Akil dalam memutus sengketa Pilkada Lebak yang diajukan oleh pasangan Amir-Kasmin.
Selain itu, Jaksa juga menilai Akil telah menerima uang lain sebesar Rp 3 milyar terkait pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas. Uang Rp 10 milyar dan 500.000 dollar AS terkait Pilkada Kabupaten Empat Lawang, dan juga Rp 500 juta terkait Pilkada Lampung.
“Seluruh unsur dalam dakwaan kesatu telah terpenuhi,” kata jaksa Pulung Rinandoro.
Jaksa menilai, tuntutan Akil sudah sesuai dengan dakwaan kedua, ketiga dan keempat. Yakni telah menerima hadia atau janji, serta menyalahgunakan kewenangannya selalu penyelenggara negara.
Dalam dakwaan kedua, disebutkan Akil terbukti menerima uang terkait sengketa Pilkada Kabupaten Buton sebesar Rp 1 miliar, Kabupaten Pulau Morotai sebesar Rp 2,989 miliar, Kabupaten Tapanuli Tengah sebesar Rp 1,8 miliar, dan menerima janji pemberian Rp 10 miliar terkait keberatan hasil Pilkada Provinsi Jawa Timur.
Dalam dakwaan ketiga, Akil dinilai terbukti menerima Rp 125 juta kepada Wakil Gubernur Papua periode tahun 2006-2011 Alex Hesegem. Pemberian uang itu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kota Jayapura, dan Kabupaten Nduga.
Sementara, dalam dakwaan keempat, Akil dinilai terbukti menerima uang dari Wawan sebesar Rp 7,5 miliar. Uang itu diberikan melalui rekening perusahaan istri Akil, CV Ratu Samagat. Jaksa juga menyatakan Akil terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang saat menjadi anggota DPR dan menjabat Ketua MK.[]