JAKARTA, WB – Sidang lanjutan kasus pemalsuan akta buku nikah dan penggelapan aset kekayaan milik alm. Kombes Pol. (Purn) Agus Maulana Kasiman, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (19/10/2017).
Sayangnya, sidang perdana perkara dengan No 1056/pid.b/2017/pn itu tidak berlangsung lama. Pasalnya Jaksa Penuntut Umum (JPU), Yan Erwina maupun terdakwa, Sarah Susanti tidak hadir dalam persidangan. Kejadian itu membuat pihak penggugat, Melpa Tambunan kecewa.
“Ya aneh, kata Panitera, Jaksa tadi sudah hadir, dan terdakwa juga hadir. Ada apa koq tiba-tiba menghilang (saat akan sidang),” kata Melpa di Pengadilan Jakarta Selatan, Kamis (19/10/2017).
Melpa sangat menyayangkan ketidakhadiran Jaksa dalam sidang perkaranya, ia melihat tidak ada ketegasan dari aparat JPU dalam mengungkap kasusnya, dan seolah sengaja membiarkan terdakwa bebas mangkir dari sidang.
Ditempat terpisah, Panitera pengganti, Matius B. Situru, SH membenarkan, jika sidang mengalami penundaan dikarenakan ketidak hadiran Jaksa dan terdakwa. Alhasil sidang akan kembali digelar satu pekan kedepan.
“Tadi sudah ditunggu di ruang sidang, dan tidak hadir. Apa yang akan disidang, kalau tidak ada yang hadir”, ujarnya.
Seperti marak diwartakan sebelumnya, kasus pemalsuan Akta Nikah dan penggelapan aset alm. Kombes Pol. (Purn) Agus Maulana ini bermula saat adanya seorang wanita bernama Sarah Susanti yang mengaku sebagai istri dari alm. Kombes Pol. Agus Maulana. Berbekal Akta Nikah palsu dan Kartu Keluarga palsu, Sarah kemudian menguasai dan menjual aset milik Mantan Kaden PJR MAbes Polri tersebut.
Perbuatan Sarah baru diketahui saat istri sah alm. Agus, Melpa Tambunan, hendak mengurus warisan/ harta bersama. Saat itu diketahui beberapa dokumen kepemilikan tanah, bangunan dan kendaraan milik alm. Agus berada dalam penguasaan Sarah, bahkan beberapa sudah diperjual belikan.
Melpa pun melakukan pengecekan status Sarah. Dan akhirnya diketahui, Akta Nikah atas nama Agus Maulana dengan Sarah Susanti tidak terdaftar di KUA Serang Baru yang sebelumny diketahui dari daerah tersebut. Akhirnya Melpa melaporkan Sarah ke Bareskrimum Polda Metro Jaya (PMJ). Namun dalam perjalanan kasus tersebut, tiba-tiba Direskrimum PMJ (saat itu Krisna Murti) menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), dengan alasan tidak cukup bukti. Padahal, Melpa dan Tim Kuasa Hukumnya telah menyertakan bukti-bukti kuat.
Atas kejanggalan SP3 yang dikeluarkan itu, Melpa mengajukan pra peradilan di PN Jakarta Selatan. Dan dalam keputusannya, Hakim PN Jakarta Selatan menyatakan, SP3 tidak sah, dan memerintahkan aparat penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya untuk melanjutkan penyidikan.[]