JAKARTA, WB – Pelaksanaan eksekusi mati para terpidana Narkoba, banyak menuai polemik. Salah satunya adalah terkait status pelaku yang dinilai tidak adil. Banyak yang menganggap kalau diantara enam pelaku yang dieksekusi mati ada yang sebagai kurir.
Menyikapi hal itu, Jaksa Agung HM Prasetyo angkat bicara. Menurutnya, banyak pelaku kejahatan narkoba yang tertangkap, mengaku hanya sebagai kurir dan bukan bandar atau pengedar, meski begitu kata Prasetyo, penegak hukum tidak akan terkecoh dengan alasan klasik.
“Apa pun itu alasannya, kita hanya menjalankan kewajiban eksekusi mati itu,” katanya di Jakarta, Minggu (18/1/2015).
Menurutnya, hampir sebagian besar bandar Narkoba saat diciduk kerap mengaku sebagai kurir, namun berbagai alasan itu bisa dimaklumi dan manusiawi. Namun faktanya dalam proses hukum (persidangan) semuanya akan terungkap.
“Narkotik dan bantuan obat berbahaya di Indonesia, undang-undang jelas dan ancamannya juga sudah jelas,” ujar Prasetyo.
Lebih jauh dia menambahkan, eksekusi hukuman mati terhadap enam terpidana mati kasus narkoba bisa dijadikan sebagai pelajaran, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing. Pelaksanaan eksekusi mati juga bisa sebagai bukti bahwa penanganan hukum semakin baik dan tindak pidana semakin berkurang.
“Penegak hukum akan tetap komitmen memberangus peredaran narkotik dan akan menuntut berat pelakunya seperti halnya eksekusi mati,” katanya.
Untuk diketahui, enam terpidana mati kasus narkotik sudah dieksekusi mati di Nusakambangan dan Boyolali, Jawa Tengah, Minggu (18/1/2015) dini hari.
Mereka yang dieksekusi adalah Namaona Denis (48) WN Malawi, Marco Archer Cardoso Moreira (52), WN Brasil, Daniel Enemuo (38) WN Nigeria, Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (62) WN Belanda, Tran Thi Bich Hanh (WN Vietnam) dan Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI).[]