WARTABUANA – Manusia harus menjalankan fungsi dan perannya sebagai khalifah yang dibebani tanggungjawab memakmurkan bumi. Mencintai tanah air dan menjaga kekayaan alam adalah bagian dari penjelmaan kesadaran berketuhanan yang mendalam. Dan sebaik-baik kesadaran berketuhanan adalah terletak pada dalamnya cinta dan luasnya pengabdian untuk menjaga Tanah Air.
Kalimat-kalimat bijak itu merupakan bagian dari tulisan Profesor Bambang Saputra dalam bukunya yang berjudul ‘Kado Anak Negeri Untuk Sang Presiden’. Profesor termuda se Asia Tenggara itu tergerak menulis buka lantaran melihat kondisi kebangsaan kita yang memprihatinkan.
Buku yang terbit 3 tahun lalu itu masih menarik untuk diperbincangkan dan dibedah untuk mendapat saripati dari pesan sang penulis. Senin (11/2/2019) lalu digelar bedah buku dalam acara Dialog Kebangsaan bertajuk Memupuk Kesadaran Kebangsaan dalam Bingkai Ketuhanan di JCC Senayan Jakarta.
Hadir sebagai narasumber, antara lain; Prof. Dr. Ananda Faisar, SH, MH, Dr. Arrazy Hasyim MA, Kaspudin Noor, SH, Msi, Drs. H. Aminudin Yakub, MA, Vasco Ruseimy, ST, dan Jilal Mardani, serta Heri Suherman, SH bertindak sebagai moderator.
Dari dialog yang berlangsung hangat dan penuh keakraban itu, bisa ditarik benang merahnya, yakni Cinta Tanah Air adalah fitrah kemanusiaan. Cinta Tanah Air, adalah perasaan bangga dan ikut memiliki sebuah wilayah tertentu. Perasaan ini diwujudkan dalam sikap rela berkorban untuk melindungi wilayahnya dari berbagai ganggungan dan ancaman. Cinta Tanajh air memperkuat dasar membangun masyarakat, dengan melakukan amal kebajikan, serta memperkuat tali persaudaraan.
“Saya memberikan suatu masukan bagaimana roda pemerintahan itu berjalan semestinya dan mencari solusi kesadaran para pemimpin yang berketuhanan dengan menjaga amanat masyarakat Indonesia dengan baik,” Bambang Saputra.
Sebelum berdiskusi, pria kelahiran 26 Mei 1981 ini juga membacakan puisi ciptaannya berjudul ‘Tembang Jiwa Anak Negeri’ dan pemutaran film tentang anak-anak desa yang menginginkan perubahan positif di daerahnya.
“Puisi itu saya ciptakan untuk para neragawan dan untuk filmnya sendiri memiliki pesan moral khusus dari anak anak desa yang merupakan orang-orang pinggiran yang berharap pembangunan seperti bandara, tol, pabrik dan pembangunan lainnya supaya bermanfaaat bagi orang di sekitarnya dan saya berharap siapapun presidennya harus bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme,” harap Alumni UIN Sumatera Utara, Medan itu.
Menurut Bambang, bukunya banyak diilhami dari berbagai gejala sosial yang mengarah pada ambruknya moralitas bangsa. Sejumlah elit politik di pusat maupun di daerah, saling berebut kekuasaan dengan cara saling sikut dan saling menjatuhkan.
“Inilah yang mengakibatkan kita berada dalam kondisi kritis penuh cobaan. Alangkah banyak masalah yang dihadapi bangsa ini,” ungkap Bambang.
Bambang Saputra, menyelesaikan sarjananya di Fakultas Syariah IAIN Sumatera Utara tahun 2004. Sepuluh tahun kemudian — di perguruan tinggi tersebut yang kini menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara — Bambang meraih gelar Magister Hukum Islam (MHI) – S2 dengan predikat Yudisium Terpuji (cum laude).
Selain banyak menulis buku, pria kelahiran, 26 Mei 1981 ini, kerap menjadi pembicara di berbagai kegiatan akademik. Bambang juga seorang dosen serta aktif di berbagai organisasi lintas profesi, antara lain organisasi di bidang spiritual, pendidikan, kesenian, dan kebudayaan. []