JAKARTA, WB – Terkait wacana bela negara yang sedang digadang-gadang pemerintah, The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) meminta Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk fokus ke urusan memperkuat militer saja daripada menyibukan diri dalam urusan yang mewajibkan warga negara ikut bela negara.
Pasalnya, kebutuhan memperkuat militer itu masih sangat perlu, terutama dalam meningkatkan kualitas tentara yang profesional dan militer dengan pengetahuan teknologi pertahanan yang memadai.
“Kemhan fokus saja memperkuat militer. Tingkatkan penguatan teknologi pertahanan dan kualitas tentara yang profesional,” kata Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti di Jakarta, , Kamis (22/10/2015) .
Ia juga meminta agar Kemhan fokus saja menambah Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) daripada anggaran Kemhan dipakai untuk pelatihan bela negara. Alasannya, kebutuhan dana untuk penambahan alutsista masih banyak. Jika dana Kemhan dipakai lagi untuk kegiatan bela negara maka anggaran pembelian alutsista menjadi berkurang.
“Untuk pengadaan alutsista saja Indonesia baru bisa menyelasikan program minimum essial force pada tahun 2024. Itu artinya negara masih memiliki kurangan anggaran untuk mendukung persenjataan TNI dan kesejahteraan prajurit TNI sebagai komponen utama sistem pertahanan. Pembentukan bela negara oleh Kemhan dengan target 100 juta warga negara jelas akan menjadi beban bagi anggaran negara dan anggaran pertahanan,” tuturnya.
Poengky menambahkan seharusnya bela negara tidak perlu menjadi sebuah gerakan yang difasilitasi oleh pemerintah. Bela negara merupakan kewajiban bagi seorang warga negara yang hidup dalam satu lingkup kenegaraan.
“Toh di dalam diri kita sudah ada kok kewajiban untuk bela negara. Tidak perlu sampai dibuat sebuah gerakan begitu, karena nantinya akan menjadi sempit maknanya,” ujar Poengky di Kantor Imparsial, Jakarta.
Dia menjelaskan setiap individu yang mempunyai profesi apapun saat ini wajib mempunyai rasa bela negara dengan cara berprestasi di dalamnya. Dia mencontohkan seorang atlet yang terus berjuang dan berlatih agar mempunyai prestasi yang baik juga merupakan prinsip dasar bela negara.
Sehingga, kata Poengky, jika pemerintah tetap memfasilitasi hal seperti ini, maka bela negara akan menyempitkan makna dimana setiap individu yang akan melakukan bela negara, harus menjadi kader program bela negara milik Menhan terlebih dahulu.
“Masa kita mau bela negara harus jadi kader dulu? Kan tidak seperti itu. Lagian saya yakin tidak ada yang mau meninggalkan pekerjaan untuk dilatih satu bulan secara sukarela,” tambahnya.
Selain itu, dia juga mengatakan bahwa kurikulum yang dipakai dalam program bela negara sudah selesai di tahapan pendidikan dasar dan menengah, sehingga disaat dewasa, hanya tinggal penerapan dari hasil mendapatkan pengetahuan selama bertahun-tahun di sekolah.
“Cukup saya dan angkatan saya saja yang merasakan P4 waktu itu, sudah tidak perlu lagi sekarang hal yang seperti ini dilakukan oleh pemerintah,” kata Poengky. []