JAKARTA, WB – Indonesia Corruption Watch (ICW) menolak seluruh calon hakim Ad Hoc yang mengikuti seleksi dikarenakan tidak dapat memenuhi standar Integritas, Independensi dan Kompetensi. Hasil seleksi calon hakim ad hoc Tipikor tidak ada calon yang layak.
“Karena itu MA Harus Membenahi Sistem Seleksi Calon Hakim Ad Hoc Tipikor. Proses seleksi calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang dibentuk oleh MA dan diketuai oleh Artidjo Alkostar sudah berlangsung sejak 6 November 2015 kemarin dan menghasilkan 58 calon lewat tes administrasi dan tes tertulis,” demikian disampaikan ICW dalam keterangannya yang diterima Wartabuana.com, Jakarta, belum lama ini.
“Berdasarkan hasil penelusuran rekam jejak dari Koalisi Pemantau Peradilan terhadap 58 orang calon hakim Ad Hoc Tipikor Dari 58 calon, dan mendapatkan temuan awal dari 37 calon Hakim Adhoc yang berhasil ditelusuri,” imbuhnya.
Menurut ICW dari 37 calon tersebut, Pertama, integritas tidak teruji. Beberapa calon yang melakukan pelanggaran etika profesi dan bahkan dugaan pelanggaran hukum pidana dari profesinya. Ditambah, ada 18 calon yang terindikasi merupakan “pencari kerja”.
“Indikasi ini dilihat dari adanya calon yang pernah mengikuti beberapa seleksi calon pejabat publik, atau sedang tahap persiapan pensiunan atau bahkan telah pensiun. Kedua, dari aspek kompetensi, sebagian besar calon tidak memahami persoalan Korupsi, mulai dari kerangka teori dan praktik secara normatif hukum, termasuk perspektif dan kemampuan analisa perundang-undangan, bahkan sampai pada level yang paling sederhana, tugas pokok dan fungsi atau kewenangan Hakim Ad Hoc Tipikor. Padahal itu yang akan diemban nanti. Ketiga, dari aspek Independensi, sedikitnya ada tujuh calon yang berafiliasi dengan partai politik. Ini tentu akan mengganggu calon jika terpilih sebagai hakim,” ungkapnya. []