JAKARTA, WB – Dalam dua pekan ini partai pendukung Joko Widodo – Jusuf Kalla harus mau menerima kekalahan telak atas kelihaian politik yang ditampilkan oleh Koalisi Merah Putih (KMP) yang merupakan penjelmaan dari partai pendukung calon presiden Prabowo Subianto – Hatta Rajasa.
Kekalahan kubu Jokowi terjadi setelah partai pemenang pemilu ini tidak mampu menjegal Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) yang telah disahkan oleh DPR menjadi UU. Kedua, kelompok itu kembali tak berkutik ketika koalisi ini tidak mengajukan paket pimpinan DPR karena tidak memenuhi syarat, sehingga paket pimpinan DPR dikuasai oleh KMP. Ketiga, mereka benar-benar tidak berdaya ketika harapan terakhir untuk menguasai paket pimpinan MPR ternyata gagal, setelah KMP tampil sebagai pemenangnya.
Banyak kalangan memprediksi hal ini akan membuat pemerintahan mendatang yang dipimpin Jokowi-JK bakal terganggu. Lantaran program pemerintah mereka dapat terhambat dalam pembahasan di DPR.
Namun, ketakutan itu tersebut dibantah oleh Hakim Mahkamah Agung (MA) Gayus Lumbuun. Menurutnya, sistem presidensial yang dianut di Indonesia, memiliki kekuatan politik lebih besar dibanding dengan sistem parlementer.
“Bentuk pemerintahan yang presidensial ini tidak perlu takut dengan DPR melakukan hal-hal yang menyimpang atau menggunakan kekuasannya tanpa etika politik. Itu tidak perlu khawatir, karena kekuatan presiden dalam presidensial ini besar sekali,” ujar Gayus, di Jakarta, Rabu (8/10/2014).
Mantan anggota DPR dari PDI-P ini mengatakan, tugas pokok utama DPR hanya mengatur tiga hal yakni berkaitan dengan anggaran, pengawasan dan legeslasi. Sementara presiden memiliki kewenangan yang lebih khusus. Oleh karenan itu Gayus tetap optimis pemerintahan akan berjalan lancar.
“Saya optimis akan stabil. Dan itu tentunya harus ada kewibawaan. Dan kewibaan itu tentunya mengenai pendekatan dan komuniasi dengan semua pihak. Dan yang penting ada etika politik dari semua pihak. Baik pihak presiden maupun DPR,” tandasnya. []