JAKARTA, WB – Tepat hari ini, 26 Juni diperingati sebagai hari anti penyiksaan sedunia. Karena itu, sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) HUMAN Rights Working Group (HRWG) mengajak masyarakat luas untuk mendukung mengakhiri segala bentuk penyiksaan.
“Dalam konteks Indonesia, hal utama yang masih menjadi tantangan terbesar saat ini adalah belum diaturnya penyiksaan di dalam sistem hukum, terutama hukum pidana,” demikian disampaikan HRWG dalam pers rilisnya yang diterima Redaksi Wartabuana.com, Jakarta, Jumat (26/6/2015).
Ditambahkan hal ini menyebabkan latennya praktik penyiksaan yang terjadi dalam proses hukum, terutama yang dilakukan oleh polisi pada masa pra-persidangan. Hal ini juga berdampak pada imunitas pelaku penyiksaan dan pelanggaran hak-hak tersangka ataupun terpidana lainnya.
“Di banyak praktik, seringkali tersangka mengalami ragam penyiksaan dari aparat penegak hukum, bahkan hingga pemaksaan yang mengarah pada kriminalisasi dan rekayasa kasus,” ujarnya.
Sementara di sisi yang lain, sambungnya tidak ada upaya hukum apapun yang dapat diambil oleh korban untuk membawa pelaku penyiksaan pada proses yang lebih adil, tidak sekedar pra-peradilan yang membatalkan penyelidikan atau proses hukum, namun juga yang memberikan sanksi setimpal dari praktik penyiksaan yang dilakukan. Hal ini membuat absennya sistem pengawasan eksternal terhadap lembaga penegak hukum.
“Sistem pengawasan dan regulasi internal penegak hukum hingga saat ini juga tidak efektif untuk mencegah terjadinya penyiksaan atau memberikan hukuman pada aparat yang melakukan penyalahgunaan wewenang dan mengarah pada penyiksaan. Akibatnya, praktik penyiksaan terus menerus terjadi secara laten dan tidak tersentuh oleh hukum ataupun secara kelembagaan melalui mekanisme internal,” imbuhnya.
Dalam pandangan HRWG, terkait konteks tersebut kondisi tahanan anak selama ini belum diperhatikan secara maksimal oleh Pemerintah, sehingga faktanya anak-anak seringkali masih dicampur dengan tahanan dewasa. Untuk sejumlah Lapas anak pun masih tidak memadai, sehingga keterbatasan sumber daya dan fasilitas bagi anak, serta bagaimana memperlakukan anak yang berhadapan dengan hukum secara baik menjadi salah satu tantangan ke depan bagaimana pemerintah Indonesia mengakhiri praktik penyiksaan secara menyeluruh.
“Sehubungan dengan peringatan Hari Anti Penyiksaan ini, kami mengingatkan kembali Pemerintah untuk menjalankan sejumlah rekomendasi Komite Anti Penyiksaan yang dikeluarkan pada tahun 2008 serta membuat laporan berkala yang seharusnya sudah dilakukan sejak tahun 2012,” tuturnya.
“Laporan ini setidaknya dapat memberikan perkembangan mutakhir terkait tantangan dan kemajuan yang sudah dilakukan oleh Pemerintah dalam hal memerangi penyiksaan di Indonesia, termasuk pula upaya-upaya yang telah dilakukan untuk menjalankan rekomendasi Komite,” tuturnya lagi.
Untuk itu, HRWG mendesak agar Pemerintah Indonesia memasukkan delik penyiksaan di dalam RUU Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan dibahas oleh DPR, membentuk mekanisme khusus yang mengawasi penegak hukum untuk mencegah terjadinya praktik penyiksaan selama proses hukum, termasuk pula melakukan investigasi terhadap dugaan praktik penyiksaan yang telah terjadi dan memprosesnya ke pengadilan.
Selain itu, meningkatkan kesadaran penegak hukum terhadap anti penyiksaan dan mendorong agar lembaga-lembaga penegak hukum membuat kebijakan internal yang mencegah terjadinya penyiksaan, termasuk pula upaya pengawasan dan pemantauan internal yang efektif.
Kemudian memisahkan tahanan anak dan dewasa, menambah lapas-lapas khusus bagi anak dan meningkatkan fasilitas dan sarana yang ada di lapas-lapas anak, termasuk pula aspek-aspek yang menjamin berlangsungnya tumbuh kembang anak secara baik.
Serta menjalankan rekomendasi-rekomendasi Komite Anti Penyiksaan tahun 2008 dan menyampaikan laporan berkala kepada Komite sebagai komitmen Negara Pihak Konvensi Anti Penyiksaan. []