WARTABUANA – Insiden penyerangan oleh anggota Marinir terhadap beberapa anggota Satpam di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (20/10/2014) lalu menyisakan trauma mendalam bagi para korbannya.
Seperti yang diungkapkan Rizki, salah seorang Satpam yang setiap hari menjaga keamanan di wilayah Pasar Induk Kramat Djati. Ia termasuk salah satu saksi mata saat melihat teman-temannya dikeroyok puluhan anggota Marinir.
Menurut keterangannya, para anggota TNI membabi buta melakukan pemukulan terhadap teman-temannya. Bahkan menurut Rizki, ada satu temannya masih kritis karena tulang rahangnya hancur.
“Ada satu yang kritis, rahangnya ancur, awalnya dikira sudah mati tapi ternyata masih hidup,” ujarnya kepada wartabuana, Kamis (23/10/2014).
Rizki mencuba mengingat kembali peristiwa tragis itu. Menurutnya, pengeroyokan itu bermula ketika sebuah mobil plat merah keluar daru areal pasar, namun melalui pintu masuk. Satpam yang bertugas malam itu menegur pengendara mobil yang ternyata anggota TNI.
Satpam tersebut meminta mobil yang berisi tiga orang pria tegap itu keluar melalui jalur keluar. Karena merasa tidak terima, akhirnya terjadi cekcok mulut dan pertengkaran. Ketiga pria itu mengancam akan kembali lagi.
“Waktu itu saya kira ada kecelakaan, eh, ternyata ada anggota berantem dengan satpam. Terus dipisahlah sama warga, tapi tahu-tahunya balik lagi,” katanya.
Sekitar pukul delapan malam, rombongan pria brtubuh tegap datang dan mengepung Pasar Kramat Jati. Mereka memukuli para petugas kemananan yang sedang bertugas. Bahkan terjadi kejar-kejaran ke arah belakang pasar.Kaca pos Satpam pecah dilempar pake balok. Bahkan mereka yang tidak tahu apa-apa ikut menjadi korban pemukulan.
Para Satpam yang bertugas malam hari itu tidak mengerti duduk pesoalannya, sebab pemicu serangan itu antara Satpam yang bertugas siang hari dengan para oknum tentara itu.
“Ya itu yang kena Satpam yang lagi tugas malam, pas ketiban apes. Satpam yang jaga siang sudah pulang,” katanya.
Mereka yang terluka parah yakni, Zainal, Eko, Deni, dan Dwi, ada juga petugas parkir Marbun dan Edi. Beberapa dari mereka masih dirawat di rumah sakit. Dan dari informasi yang dihimpun kondisi mereka sudah berangsur membaik.
Resiko Satpam
Sebagai anggota Saptam, Rizki dan teman-temanya tentu merasa prihatin atas kejadian yang dianggap tidak manusiawi itu. Ia sadar pada saat kejadian berlangsung banyak Satpam yang memilih menyelamatkan diri masing-masing, karena mereka sadar diri lawan yang dihadapi tidak sebanding, sehingga ada sebagian sembunyi.
Rizki menganggap sikap arogansi yang dilakukan oleh para anggota itu tidak mencerminkan seorang abdi negara. Padahal kata Rizki, TNI baru saja merayakan hari ulang tahun-nya dengan “Profesional, Militan, Solid dan Bersama Rakyat TNI Kuat”. “Tapi kok kelakuannya begitu, padahal mereka mereka tahu lewat jalur yang salah,” terangya.
Menurut Rizki, menjadi seorang Satpam memang memiliki resiko tinggi. Terkadang selalu dihadapkan pada situasi ber bahaya yang bisa mengancam jiwa. Sementara disi lain, mereka sudah ditugaskan untuk menjalankan aturan yang sudah disepakati oleh pihak manajemen.
“Seperti kejadian ini, Satpam kan sebenarnya cuman menjalankan tugas dari atasan. Kalau ada kendaraan yang salah jalur harus diingatkan. Nanti kalau kita biarkan, kitanya yang dimarahin, kan jadi serba repot, kalau kejadinya ujung-ujungnya seperti ini,” terangnya. []