JAKARTA, WB – Mengawali tahun ajaran baru para siswa biasanya disibukan dengan berbagai kegiatan pengenalan sekolah atau yang lebih dikenal dengan masa orientasi siswa (MOS). Namun, dalam kegiatan tersebut ada saja para senior melakukan yang tidak diinginkan seperti bullying terhadap siswa baru. Tak hanya itu, berbagai macam atribut juga harus dibawa memasuki MOS yang membuat siswa kewalahan.
Menanggapi hal tersebut psikolog anak Seto Mulyadi menolak adanya kegiatan MOS yang membawa berbagai macam atribut ke sekolah. Menurutnya program ini tidak terarah nantinya.
“MOS itu (harus) dikontrol oleh pihak guru dan orang tua dan tidak ada tekanan kepada siswanya,” ujar Kak Seto sapaan karibnya saat berbincang dengan Wartabuana.com, Jakarta, Selasa (28/7/2015).
Dia juga geram kerap kali adanya bullying disela progam MOS. Pasalnya, bullying memperlihatkan rasa dendam dari senior kepada juniornya tidak mencerminkan perdamaian. Karena itu, pria yang pernah menyabet pengharagaan Orang Muda Berkarya tingkat Dunia, di Amsterdam pada 1987 tersebut meminta MOS dihapuskan.
“MOS itu diisi dengan hal-hal yang kreatif jauh dari kekerasan. Yang lebih utama harus dikontrol oleh pihak guru dan orang tua,” terangnya.
Pria yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Komnas Anak itu juga sependapat terkait ancaman Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang akan mengeluarkan siswa yang masih melakukan tindakan bullying.
“Saya mendukung sepenuhnya (Ahok), karena kegiatan-kegiatan seperti itu tidak berdampak ketika siswa lulus dari sekolah untuk mencari kerja. Bahkan dapat merusak karakter anak.
Pria yang meraih gelar Doktor bidang Psikologi Program Pascasarjana UI ini juga membenarkan faktor adanya bullying sekolah karena adanya rasa dendam dari senior kepada juniornya. Hanya pelampiasan saja tidak terarah. []