WARTABUANA – Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf M. Efendi menyarankan kepada pemerintah agar tidak setengah-setengah mengatasi masalah defisit terkait BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan melaporkan saat ini defisit arus kas mencapai Rp16,5 triliun. Dengan rincian, rencana kerja anggaran tahunan 2018 sebesar Rp12,1 triliun plus carry over Rp4,4 triliun. Jumlah ini naik dari selisih kekurangan antara klaim dan pendapatan sebesar Rp9,75 triliun akhir 2017 lalu.
“Saya lihat semangat kawan-kawan di sini adalah selain menyelamatkan BPJS Kesehatan, tentunya juga harus ada rencana bailout yang benar-benar serius. Karena kalau hanya dengan Rp 5 triliun, tentu mungkin setelah Desember kita kejang-kejang lagi,” papar Dede saat rapat kerja dengan Dirut BPJS Kesehatan, Menteri Kesehatan, Wakil Menteri Keuangan dan Ketua DJSN di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (17/9/2018).
“Jadi kalau mau ngasih infus itu jangan tanggung-tanggung,” tegasnya seperti mengutip dpr.go.id.
Sementara itu, Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris memaparkan penyebab defisit dana jaminan sosial karena kondisi besaran iuran biaya per orang per bulan lebih besar dibanding premi per orang per bulan. Penyebab lainnya menurut Fachmi, terjadi perubahan morbiditas penduduk Indonesia. Besarnya biaya pelayanan kesehatan disebabkan antara lain profit morbiditas penduduk yang banyak menderita penyakit kronis.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan tengah mempersiapkan dana talangan alias bailout untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan. Kemenkeu telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 113/PMK.02/2018 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Aturan ini diterbitkan sebagai panduan dalam rangka menutup defisit operasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dana talangan ini berasal dari pos Bendahara Umum Negara (BUN) pada APBN 2018. Namun menurut Dede, jika pemerintah hanya memberikan dana talangan sebesar Rp 5 triliun masih belum cukup.