WARTABUANA – Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI Novita Wijayanti menyampaikan bahwa bicara sejarah DPR RI, berarti juga bicara sejarah perjuangan bangsa. Lintasan sejarah DPR RI, kata dia merupakan bagian dari sejarah bangsa.
“Di dalam Museum DPR RI, tidak saja menyimpan benda-benda bersejarah, tapi juga ada pendidikan politik untuk memahami demokrasi yang berkembang di Tanah Air,” papar Novita dalam sambutan pembuka acara seminar nasional dan pameran museum bertajuk “DPR Dalam Lintasan Sejarah Bangsa” di Gedung Nusantara DPR RI, Senayan, Senin (27/8/2018).
Novi lalu mengungkap cikal bakal sejarah parlemen Indonesia. Diawali saat Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang berdiri pada 29 Agustus 1945. Dalam perjalanannya, KNIP ternyata berhasil menyetujui 133 RUU. Pada tanggal KNIP inilah ditetapkan sebagai hari kelahiran DPR RI. Selepas KNIP, terbentuklah senat pada era Republik Indonesia Serikat (RIS). Ketika itu senat beranggotakan 32 orang dan DPR beranggotakan 146 orang.
“Sejarah pernah mencatat keluarnya Penetapan Presiden No.3/1960 yang isinya presiden membubarkan DPR, karena DPR hanya menyetujui Rp36 miliar APBN dari Rp44 miliar yang diajukan,” tutur politisi Partai Gerindra ini dalam sambutannya. Kini, lanjut Novi lagi, peran DPR RI kian maju, tidak saja menjalankan fungsi pengawasan, anggaran, dan legislasi, tapi juga menjalankan diplomasi perlemen di forum-forum internasional.
“Lintasan sejarah yang telah dan akan terus dilalui oleh DPR tentu meninggalkan rekam jejak berupa catatan, risalah, foto, video, film, dan berbagai benda yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi DPR,” tambah Novi. Dan keberadaan Museum DPR RI sepenuhnya diperuntukkan bagi masyarakat umum yang ingin mempelajari parlemen Indonesia.
Museum, sambung Novi, berfungsi mengumpulkan, merawat, dan melestarikan benda-benda bersejarah. Dan Museum DPR RI juga berperan sama, bahkan bisa dijadikan objek studi, penelitian, sampai hiburan. “Museum DPR berfungsi sebagai sarana pendidikan politik untuk meningkatkan pemahamana demokrasi di Indonesia,” imbuhnya.[]