WARTABUANA – Sebagai upaya untuk mencegah perdagangan hewan eksotis, DNA satwa liar di Australia akan dilacak.
Menteri Lingkungan Hidup Australia Sussan Ley pada Senin (22/2) mengumumkan bahwa pemerintah akan mengadopsi sejumlah rekomendasi dari sebuah tinjauan izin ekspor untuk spesies normatif yang dilakukan oleh KPMG.
Tinjauan tersebut menemukan bahwa spesies yang terancam punah seperti burung kakaktua hitam berkilap (glossy black cockatoo) dan perkici mahkota ungu (purple-crowned lorikeet) telah diekspor untuk dijual di pasar gelap.
Tinjauan itu menganjurkan agar pemerintah membuat bank data DNA berisi silsilah genetik setiap hewan yang diimpor dan diekspor dari Australia, yang memungkinkan pihak berwenang melacak hewan-hewan dengan lebih baik dan menindak keras perdagangan satwa liar.
“Meningkatnya keterlibatan kejahatan terorganisir dalam perdagangan satwa liar, operasi perdagangan internasional yang canggih, dan meroketnya nilai satwa liar Australia di pasar gelap, yang beberapa di antaranya dapat dijual dengan harga puluhan ribu dolar, menekankan perlunya menggunakan instrumen pencegah yang paling kuat,” ujar Ley.
“Penting bagi kita untuk menetapkan tolok ukur setinggi mungkin dalam regulasi perdagangan satwa liar.”
Menurut laporan KPMG, ratusan burung bayan atau betet yang terancam punah diekspor ke Association for the Conservation for Threatened Parrots (ACTP), organisasi yang berbasis di Berlin.
Belakangan diketahui bahwa ACTP dikelola oleh Martin Guth, seorang terpidana kasus penipuan, yang menjual burung-burung dengan harga ratusan ribu dolar.
Bank data DNA itu akan dimulai dengan berbagai jenis burung sebelum diperluas hingga mencakup seluruh hewan asli Australia. [Xinhua]