JAKARTA, WB – Arie Sudjito, pengamat politik Universitas Gajah Mada (UGM) menilai bahwa debat calon presiden Prabowo Subianto vs Joko Widodo yang berlangsung Minggu (15/6/2014) malam, hanya “jualan”.
Prabowo disebut hanya menjual Jargon politiknya, sedangkan Jokowi menjual pengalamannya, namun keduanya sama-sama sesuai dengan subtantasi persoalan.
“Enggak cukup kalau cuma jargon dan pengalaman, tapi bagaimana merangkai dan menjalankan semua itu,” ujar Arie, saat dihubungi, Senin (16/6/2014).
Sementara itu Arie menjelaskan bahwa salah satu jargon politik yang yang disampaikan Prabowo adalah mengenai program Rp 1 Milyar untuk satu Desa. Program tersebut dianggap menjadi jargon Prabowo yang sering ia sampaikan ke publik melalui media maupun saat kampanye.
Sedangkan Jokowi yang terkenal dengan blusukanya, ia lebih sering menyampaikan pengalamannya saat menjabat kepala daerah. Jokowi juga kerap “Jualan” Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar yang dianggapnya itu sebagai bukti kesuksesan dirinya di DKI Jakarta. Meski banyak yang perlu di evaluasi.
Menurutnya, kedua Capres tersebut tidak memanfaatkan keterbatasan waktu untuk menjawab dengan tuntas semua pertanyaan. Keduanya juga dianggap tidak terlalu menguasai isu ekonomi sesuai topik debat. “Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial”.
”Keduanya enggak punya pengalaman soal teknokrasi ekonomi. Jokowi hanya menyajikan data, dan Prabowo mengeksplorasi jargon-jargon itu,” pungkas Arie.
Setelah adanya debat yang kedua ini, masih ada debat selanjutnya yang akan mempertemukan kembali Jokowi dan Prabowo, Jusuf Kalla dan Hatta Rajasa. Debat ketiga akan digelar pada 22 Juni 2014 dengan topik “Politik Internal dan Ketahanan Nasional”. Berikutnya debat Cawapres pada tanggal 29 Juni 2014 dengan tema “Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Iptek”. Debat terakhir antar pasangan pada 29 Juni 2014 dengan tema “Pangan, Energi dan Lingkungan.”[]