JAKARTA, WB – Terdakwa kasus proyek Pembangunan Pusat Olahraga Hambalang Anas Urbaningrum membantah telah meminta Nazaruddin untuk mundur atau maju dalam menangani proyek Hambalang atau proyek-proyek lainya seperti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK.
Bantahan itu disampaikan mantan kader Partai Demokrat itu saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan agenda pembacaan eksepsi atau nota keberatan.
“Adalah fiktif saya meminta Nazar mundur dari proyek Hambalang. Saya tidak pernah minta siapa pun maju atau mundur dari proyek Hambalang atau proyek mana pun juga,” ujar Anas, di Tipikor, Jumat (6/6/2014).
Anas menjelaskan, jika dirinya meminta mantan Bendahara Demokrat itu untuk mundur dari proyek Hambalang. Tentu ia menilai Nazar tidak marah dan meminta uang Permai Group untuk dikembalikan. Pasalnya, proyek Hambalang akhirnya tendernya dimenangkan oleh PT Adhi Karya bukan PT Duta Graha Indah milik Nazar.
“Jika benar saya minta mundur, tentu Nazar tidak marah-marah dan meminta uang Permai Group dikembalikan,” katanya.
Hal tersebut, menurut Anas sesuai dengan kesaksian anak buah Nazaruddin di Permai Group, Mindo Rosalina Manulang alias Rosa saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor.
Seperti diketahui, dalam surat dakwaan Anas yang dibacakan oleh JPU KPK pada Jumat (30/5) pekan lalu disebutkan bahwa Anas meminta perusahaan Nazar PT Duta Graha Indah untuk mundur dari proyek Hambalang.
Permintaan Itu bermula saat Rosa atas perintah Nazar meminta PT Adhi Karya mundur dari proyek Hambalang. Karena, Nazar sudah keluar banyak uang untuk memuluskan PT Duta Graha Indah memenangi tender proyek Hambalang.
Selain itu, Anas juga didakwa menerima hadiah atau janji berupa, 1 unit mobil Toyota Harrier B 15 AUD senilai Rp 650 juta, 1 unit mobil Toyota vellfire Rp 750 juta dari PT Atrindo Internasional.
Kemudian, mantan Ketua Fraksi Demokrat ini juga didakwa menerima fasilitas survei senilai Rp 487 juta dari Lingkaran Survei Indonesia terkait pemenangan sebagai Ketum Partai Demokrat. Serta, menerima uang sejumlah Rp 116 miliar.
Bahkan tidak hanya itu, Anas juga didakwa mencuci uang dengan membelikan sejumlah tanah mencapai Rp 20,8 miliar dengan uang yang diduga hasil tindak pidana korupsi (tipikor).[]