JAKARTA, WB – Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abu Bakar Alhabsyi menilai bahwa, terkait ucapan Menteri BUMN, Rini Soemarno yang marak diperbincangkan di sosial media, belakangan ini merupakan persoalan serius.
Kata Alhabsyi, bila pernyataan tersebut benar diterapkan di Kementerian BUMN, maka hal itu merupakan bagian dari diskriminasi.
“Penggunaan jilbab panjang dan memelihara jenggot adalah bagian dari pemahaman ajaran agama Islam. Diskriminasi atas pengguna jilbab dan pemilik jenggot adalah bentuk pelanggaran HAM,” ujar Alhabsyi kepada wartabuana.com, Kamis, (18/12/2014).
Politisi yang bekerja di Komisi III ini menambahkan, hak untuk beragama merupakan non-derogable rights, yaitu hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Hal itu diatur dalam Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
“Hak beragama seperti ini tidak dapat dikurangi “dalam keadaan apapun” termasuk keadaan perang, sengketa bersenjata, dan atau keadaan darurat. Ketentuan tersebut sebagaimana Penjelasan Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” tegasnya.
Dia kembali jelaskan, bila dalam keadaan perang saja, hak beragama tidak dapat dikurangi, apa lagi hanya dalam proses seleksi pegawai BUMN. Oleh karenanya, kata Alhabsyi, bila persyaratan tersebut memang benar-benar diterapkan oleh Menteri BUMN, berarti telah terjadi dua pelanggaran yaitu pelanggaran HAM dan pelanggaran Konstitusi.
“Bila persyaratan tersebut diberlakukan, terlihat ada kejanggalan. Untuk persoalan tato yang kerap memiliki pretensi negatif Menteri BUMN lebih bersikap lunak, sedangkan untuk jilbab dan jenggot yang merupakan bagian dari non derogable right malah bersikap sebaliknya,” sindir Alhabsyi. []