JAKARTA, WB – Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai pidato kenegaraan yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam sidang tahunan MPR tidak efektif. Pasalnya, dia berpidato tiga kali di satu ruangan yang sama.
“Sebab bukan saja karena hal ini potensial dipersoalkan secara konstitusional tapi juga terlihat seperti tidak efektif,” ujar Ray yang juga pengamat politik tersebut kepada Wartabuana.com, Jakarta, Jumat (14/8/2015).
Menurutnya bagaimanapun ini terlihat seperti pemborosan waktu dan dengan sendirinya tidak efektif.
“Hari ini kita melihat perkembangan baru dalam aktivitas ketatanegaraan kita. Yakni adanya sidang paripurna MPR untuk mendengrkan laporan Presiden sebagai kepala negara atas kinerja setidaknya tujuhlembaga negara,” ujarnya.
Di luar soal apakah hal ini konstitusional atau tidak, masih kata dia setidaknya ada beberapa hal yang setidaknya dapat jadi masukan untuk penyelenggaraan-penyelenggraan berikutnya.
“Diantaranya pembacaan laporan kinerja lembaga-lembaga negara tersebut lebih berfokus pada hal-hal yang bersifat positif. Adapun hal-hal yang bersifat kekurangan dan hal-hal yang mendapat perhatian masyarakat kurang diuungkapkan kalau tidak dibicarakan sama sekali. Akhirnya pembacaan laporan itu seperti hanya menjadi pembacaan fungsi-fungsi tiap lembaga negara dan bahkan dapat terjebak pada iklan sukses belaka,” kata dia.
“Akibatnya, penjelasan resmi MK misalnya atas putusan mereka soal dibolehkannya kembali keluarga petahan dalam pilkada sama sekali tidak muncul. Sebagaimana tidak munculnya penjelasan KY soal kriminalisasi yang dialami oleh dua anggota komisioner mereka. Sayangnya presiden juga tidak mengungkapkan pandangan beliau terkait hal ini, apakah memang merestui tindakan polisi atau sebaliknya. Padahal, pidato Jokowi diawali dengan perlunya penegakan hukum dan dengan sendirinya perlunya membersihkan aparat penegak hukum yang tidak bersih,” sambung dia.
Dia juga mengaku heran dalam pidato lembaga negara itu tak mengikut sertakan laporan dari KPK dan Komnas HAM. Padahal dua lembaga negara ini tak kalah strategis dan urgentnya bagi perbaikan bangsa.
“Jika lembaga seperti KY masuk dalam lembaga yang diberi tempat terhormat membuat laporannya, maka tak berlebihan jika lembaga negara seperti KPK dan Komnas HAM juga diberi tempat yang sama,” tuturnya.
Dikatakannya tidak dilibatkannya KPK dan Komnas HAM dalam laporan tersebut memberi kesan bahwa dua lembaga ini seperti tidak diperhitungkan. Atau bisa jadi menggambarkan bahwa rezim yang sekarang tidak menempatkan dua lembaga ini sebagai lembaga yang berperan besar menentukan kesuksesan dan keberhasilan bangsa ini mencapai tujuan kemerdekaannya.
“Forum paripurnya MPR ini malah terlihat seperti forum ketua MPR. Pidatonya yang panjang dan bahkan terdengar seperti mengemukakan hal yang semestinya diungkapkan oleh presiden. Sekalipun inovasi ini terlihat menarik tapi butuh perbaikan subtansi dan tekhnis. Sebab bukan saja karena hal ini potensial dipersoalkan secara konstitusional tapi juga terlihat seperti tidak efektif. Tak terbayangkan seorang presiden berpidato tiga kali di satu ruangan yang sama, dalam hari yang sama dan dalam forum yang hampir sama. Bagaimanapun ini terlihat seperti pemborosan waktu dan dengan sendirinya tidak efektif.[]