WARTABUANA – Penggagas Falsafah Bhinneka Tunggal Ika, Teguh Handoko mengungkapkan, bahwa sejatinya sistem filsafat Pancasila itu belum ada. Hal itu disampaikan dalam diskusi bertajuk ‘Gemakan Serta Hidupkan Falsafah Bhineka Tunggal Ika-Pancasila’.
Diskusi yang digelar di kawasan Tanjung Priok, Jakarta pada Rabu (11/03/2020) itu menghadirkan narasumber Teguh Handoko, Prof. Maswardi Rauf. MA, Iren Camelin Sinaga, Direktur Pembudayaan BPIP, serta DR. H. Robi Nurhadi M. Si.
Menurut Teguh Handoko, tujuan utama dari digelarnya diskusi ini adalah menjadi ajang kerukunan antar anak bangsa, yang artinya anak yang diaku oleh ibu, yaitu Ibu Pertiwi. Juga karena adanya The Power of Love, cinta tanah air. “Kalau bukan kita, lalu siapa yang membela tanah air,” cetus intelektual sederhana ini.
Teguh menambahkan, diskusi ini merupakan sowannya Yayasan Pustaka Harjuna untuk minta restu kepada para tokoh-tokoh anak bangsa yang mempunyai kompetensi dalam ikut merestui lahirnya rumusan Filsafat Bhinneka Tunggal Ika.
“Filsafat Bhinneka Tunggal Ika sebetulnya adalah sistem Filsafat Pancasila yang sampai saat ini belum ada. Sehingga apapun yang kita katakan, Pancasila adalah falsafah negara dan sebagainya, tapi saat dilepas di dunia pemikiran filsafat internasional, tidak ada yang nyolek. Karena tidak mempunyai sistem yang ontologi, etimologi, aksiologi, kosmologi. Jadi apapun slogan-slogan yang kita semboyankan untuk Pancasila, untuk menegakkan pancasila tetap saja itu akan runtuh. Dan itu karena tidak punya pijakkan,” papar Teguh.
Imbuhnya lagi, ada banyak sekali pegiat Pancasila, karena mereka peduli terhadap nasib bangsa ini. Tetapi yang dipentingkan itu salah satunya adalah Ontologi Pancasila.
“Dari mana kami tahu itu baik, benar, jelek dan indah kalau tidak ada ontologi? Kita harus mempunyai sistem gagasan nilai yang baru. Jadi disamping benar dan salah, baik, buruk dan indah, ada juga jelek, manfaat, merusak, suci dan nista,” ungkap Teguh.
Teguh menegaskan, nanti perbuatan semua anak bangsa harus digelar nyata manfaat. Kalau manfaat, harus nyata. Kita akan menggiring generasi depan ke arah ini. Bangsa ini harus kita selamatkan, agar tidak main gaib-gaibaan.
Bagi Teguh, falsafah tidak menggelar argumentasi apapun dalam kerangka ontologi, epistemologi, aksiologi serta kosmologi pemikiran, selain berisi ajakan serta ajaran yang mudah dipahami serta dilaksanakan oleh semuanya.
Pancasila – yang hingga saat ini masih belum memiliki landasan sistem filsafat – ialah sebuah rukun pelaksanaan amanah yang harus dihidupkan dalam perbuatan seluruh rakyat lndonesia. Tapi bagaimana melaksanakan amanah tanpa sebelumnya paham tentang amanah itu sendiri? Maka falsafah Bhinneka Tunggal lka sebagai rukun pemenangan amanah menggelar landasan tersebut.
Bersandingnya filsafat Bhinneka Tunggal lka-Pancasila sebagai Dwi Tunggal yang tiada pisah bagai kesatuan Sang DwiWarna – Merah Putih, antara rukun pemenangan amanah serta pelaksanaan amanah yang juga tertera dalam lambang negara kita, burung Garuda. Dengan demikian maka lengkaplah Pancasila bersama sistem filsafat yang melandasi nya.
Sebuah negara yang memiliki sistem filsafat yang utuh beserta falsafahnya, yang hidup ditengah bangsa, tentu akan menjadi suatu kebanggaan bagi bangsa serta negara. Sudah saatnya bangsa kembali membuka kesadaran diri sebagai bangsa cinta yang berfalsafah cinta bertatakrama cinta dalam Ridho Sang Maha Cinta.[]