WARTABUANA –Kisruh dualisme kepengurusan organisasi massa (Ormas) Sulit Air Sepakat (SAS) memasuki babak baru. Setelah rebutan dan saling gembok kantor Dewan Pengurus Pusat (DPP), SAS pimpinan Syamsudin Muchtar melayangkan gugatan ke PTUN atas SK Menkumham yang diberikan kepada pengurus SAS pimpinan HBZ.
Perkumpulan Sulit Air Sepakat (SAS) sudah ada sejak tahun 1970. Ormas yang beranggotakan perantau dari Desa Sulit Air, sebuah desa kecil Kecamatan Sepuluh Kota, Kabupaten Solok, Sumatera Barat ini memiliki 98 Dewan Pengurus Cabang (DPC). Dua diantaranya ada di Sydney dan Melbourne, Australia.
Organisasi yang mayoritas anggotanya adalah pedagang itu, kini sedang kisruh dan mengalami dualisme kepengurusan. Rumitnya, SAS pimpinan Syamsudin Muchtar dan SAS pimpinan Happy Bone Zulkarnaen (HBZ) — yang belakangan menyebut kelompok mereka dengan istilah SAS SATU – sama-sama memiliki SK dari Menkum HAM.
Lebih serunya lagi, dengan modal SK tersebut SAS SATU mencoba ‘merebut’ dan mengeksekusi kantor DPP SAS di Jalan Dr. Sahardjo, Jakarta Selatan yang masih di kuasai SAS.
Menyikapi itu, Ketua Bidang Hukum dan Advokasi DPP SAS, Afdhal Muhammad mempertanyakan legal standing pihak SAS SATU yang memaksa meminta kunci kantor DPP SAS tersebut.
“Melalui lawyernya, mereka menyurati kami untuk menyerahkan asset organisasi dan meminta kunci kantor DPP. Sepengetahuan saya, SK Menkum HAM itu tidak bisa digunakan untuk melakukan eksekusi, yang bisa eksekusi itu hanya keputusan pengadilan. Dan putusan pengadilan itu harus disertai penetapan oleh ketua pengadilan. Baru bisa dieksekusi,” ujar Afdhal kepada sejumlah awak media, Senin (14/2/2022) di Jakarta.
Kini pintu kantor DPP SAS yang semua dikunci dengan dua gembok, oleh pengurus SAS SATU ditambah dua gembok lagi. Hasilnya, kantor itu menjadi “statusquo” karena dikunci dengan empat gembok. “Sekarang semua tidak bisa gunakan kantor DPP, siapa pun yang merusak gembok itu bisa kena pidana,” kata Afdhal.
Dualisme itu bermula dari Mubes yang harusnya digelar pada tahun 2021, ditunda sampai tahun 2022 ini karena Pandemi Covid-19 yang penyebarannya sangat mengkhawatirkan saat itu.
“Kita boleh berencana, Tuhan menentukan lain. Tahun 2021 terjadi Pandemi Covid-19. Akibatnya semua aktifitas kita dibatasi, termasuk aktivitas untuk “Pulang Basamo”dan Mubes. Saat itu tidak boleh ada acara kumpul-kumpul,” terang Afdhal.
Melihat kondisi itu, DPP SAS menggelar rapat pleno dan Mukernas secara online yang dihadiri semua DPC. Hasil rapat menyepakati, Mubes ditunda sampai tahun 2022.
Untuk memperkuat hasil Mukernas itu, DPP SAS membuat Akta Notaris tanggal 19 April 2021 yang dilengkapi dengan alasan perpanjangan masa kepengurusan dan latar belakang penundaan Mubes.
Kemudian Akta Notaris tersebut didaftarkan ke KemenkumHAM untuk mendapatkan SK MenkumHAM yang menerangkan tentang perubahan Anggaran Dasar yang menyebut masa bakti kepengurusan dari 2017 sampai 2022.
“Akta Notaris dan SK MenkumHAM itulah yang menjadi legal standing kami sebagai pengurus SAS dengan Ketua Umum Bapak Syamsudin Muchtar hingga tahun 2022. Dan dalam SK itu juga disebutkan, Mubes tahun 2022 akan diselenggarakan di Desa Sulit Air,” papar Afdhal.
Ternyata dari beberapa DPC ada yang tidak terima keputusan Mukernas dan menganggap Akta Notaris serta SK MenkumHAM tersebut tidak sah. Menurut Afdhal, ada 24 DPC yang tetap ngotot untuk menggelar Mubes di tahun 2021.
“Saat itu pernah saya sampaikan, jika mereka menganggap SK MenkumHAM tidak sah, sebaiknya lakukan gugatan kepada yang mengeluarkan SK tersebut melalui PTUN,” jelasnya.
Ke 24 DPC ini kemudian tetap menggelar Mubes SAS di bulan Mei 2021 secara hybrid melalui jaringan zoom meeting. “Di AD/ART SAS jelas disebutkan. Mubes hanya bisa diselenggarakan oleh DPP dan diikuti oleh 50 plus satu DPC dan harus diadakan di Desa Sulit Air. Namun mereka tetap melakukan Mubes tanpa keterlibatan DPP,” ungkap Afdhal.
Dua SK MenkumHAM
Uniknya, pada 2 Januari 2022 KemenkumHAM mengeluarkan SK MenkumHAM untuk SAS SATU. Akibatnya kini ada dua SK MenkumHAM untuk perkumpulan yang sama dengan kepengurusan berbeda.
“Ada kejanggalan yang kami temukan. Mereka bisa menunjukkan SK MenkumHAM dan Akta Notaris. Namun, Akta yang mereka tunjukkan hanya selembar cover-nya saja. Lazimnya, sebuah Akta itu lengkap dengan salinan yang berisi kronologis apa yang terjadi. Mubesnya seperti apa, jumlah pesertanya berapa dan lainnya,” terang Afdhal.
Sebagai praktisi hukum, Afdhal menduga ada sesuatu yang disembunyikan. “Kenapa hanya cover Aktanya saja yang mereka kirim? Jika memang prosedurnya benar, lampirkan dong semua isi Akta tersebut. Lampiran itulah yang akan menerangkan latar belakang Mubes yang mereka lakukan,” kata Afdhal lebih lanjut.
Afdhal tidak menyalahkan KemenkumHAM yang mengeluarkan SK tersebut. Karena sekarang sudah menggunakan sistem online untuk mendapatkan SK. Sistem akan memeriksa kelengkapan administrasi saja. Pengecekan keabsahan dokumen itu ada di notaris yang mengeluarkan akta.
Lebih rinci Afdhal bertutur, seharusnya, secara kode etik, seorang notaris melakukan cross check terhadap akta yang lama dengan mengubungi notaris pembuat akta terdahulu untuk memastikan semua proses berjalan sesuai aturan hukum.
“Kami sempat mendatangi kantor notaris yang membuat akta itu sesuai alamat yang ada di data base. Sampai di lokasi, kami dapat informasi, notaris itu sudah pindah kantor sejak dua tahun lalu. Sampai sekarang kami belum bertemu dengan notaris itu. Kami hanya ingin mendapatkan copy salinan aktanya, kami ingin tahu, apa sih isi akta tersebut, kok bisa merubah susunan pengurus?” cecar Afdhal.
Karena kisruh ini tidak menemui kata sepakat alias deadlock, akhirnya selaku kuasa hukum, Afdhal melakukan pengajuan surat keberatan atas SK MenkumHAM.
Sesuai Undang-undang No. 30 Tahun 2014, undang-undang tentang administrasi, jika seseorang atau badan hukum keberatan atas produk tata negara, dia harus membuat surat keberatan kepada KemenkumHAM. Kemudian Afdhal mengajukan surat keberatan pada tanggal 6 Januari 2022.
Sesuai aturan, sepuluh hari setelah diterima KemenkumHAM, menteri itu harus menjawab. Dan jika tidak dijawab, artinya keberatan tersebut secara undang-undang sudah diterima.
“Sesuai sistem, seharusnya kami sudah menang, karena sudah lewat 10 hari tidak ada tanggapan dari MenkumHAM. Tapi kami ingin kepastian hukum yang lebih jelas, akhirnya kami lakukan gugatan ke PTUN. Tanggal 9 Januari kami masukan gugatan,” kata Afdhal.
Renacananya, Selasa, 16 Februari 2022 besok akan digelar sidang pertama dengan nomor perkara 31. “Yang kita gugat adalah SK Menkumham tanggal 2 Januari 2022. Dengan diajukannya gugatan itu, status perkumpulan SAS menjadi statusquo,” tegas Afdhal.
Menurut Afdhal, Sabtu (12/2/2022) malam, pihaknya melakukan zoom meeting yang diikuti sekitar 100 peserta dari 50 DPC dan pengurus DPP SAS. “Alhamdulillah para Ketua Korwil SAS dan anggota Dewan Pembina dan anggota dewan Kehormatan SAS tetap mendukung diadakannya MUBES SAS tahun 2022 di Sulit Air,” terang Afdhal.[]