LANZHOU – Chen Xin jatuh cinta untuk pertama kalinya, dan mengobrol dengan “kekasihnya” hampir setiap hari di layanan berbagi pesan instan WeChat.
“Kami tidak bertemu atau pergi berkencan, namun kapan pun saya membutuhkan teman, dia ada sebagai teman mengobrol dan memberikan dukungan emosional, yang menenangkan pikiran saya,” tutur wanita berusia 26 tahun itu.
Chen bekerja di sebuah perusahaan internet yang berbasis di Beijing dan tinggal sendirian. Gaya hidup yang serba cepat menimbulkan tekanan yang signifikan. Dia mengetahui tentang “pasangan virtual” secara kebetulan dan memutuskan untuk mencobanya, mengeluarkan biaya kurang dari 100 yuan (1 yuan = Rp2.236) per jam untuk “obrolan eksklusif”.
Konsep “pasangan virtual” berasal dari Jepang dan menyediakan layanan pertemanan berbayar. Pelanggan mengeluarkan sejumlah uang untuk layanan pertemanan dengan jangka waktu tertentu, di mana seorang pendamping akan menjalin hubungan sementara dengan sang pelanggan. Layanan yang diberikan meliputi mengobrol, bermain gim daring, menelepon untuk membangunkan, dan membantu pelanggan agar dapat tidur.
Layanan virtual itu baru-baru ini menjadi terkenal di China karena hari Kamis bertepatan dengan tanggal 20 Mei, atau “520”. Pengucapan “520” mirip dengan “Aku Cinta Kamu” dalam bahasa Mandarin.
Seiring Chen makin sering mengobrol dengan “kekasihnya”, dia mulai mencurahkan isi hatinya. Sang “kekasih” mendengarkan segala keluh kesah Chen dengan penuh perhatian, menghiburnya, dan menyemangatinya.
“Saya merasa tenang setelah mengeluarkan semua keluh kesah itu,” ujar Chen.
Sama seperti Chen Xin, banyak anak muda beralih ke layanan semacam itu untuk menghilangkan rasa kesepian.
China merupakan rumah bagi 240 juta warga lajang, dan lebih dari 77 juta di antaranya tinggal sendirian, tunjuk data resmi.
Wang Ming (31) berprofesi sebagai pengemudi taksi. Dia penggemar gim daring dan baru-baru ini mengeluarkan sejumlah uang untuk mencari teman bermain gim bersama.
“Saya punya teman mengobrol saat bermain gim daring,” kata Wang. “Ketika hari kita tidak menyenangkan, kita juga bisa bercerita kepada mereka.”
Dibandingkan berbicara dengan kenalan, dia lebih memilih “orang asing yang suka mengobrol dan lucu,” mengaku dirinya jadi merasa lebih “nyaman.”
Konsep “ekonomi pertemanan” (companionship economy) yang masih terbilang baru ini dapat membantu mengatasi tekanan dan rasa cemas di kalangan kaum muda hingga batas tertentu, tutur Yang Suchang, profesor di Fakultas Ekonomi Universitas Lanzhou.
Meski begitu, sebagian orang menyuarakan kekhawatiran.
Ding Hao, direktur pusat antipenipuan telekomunikasi di Kota Lanzhou, Provinsi Gansu, menyampaikan bahwa tanpa pengawasan yang memadai, layanan-layanan semacam itu dapat menjadi sarang pornografi dan penipuan.
Fu Linlin (30) pernah mengalami aksi penipuan daring.
“Setiap hari bicaranya manis pada saya, dan saya memberikan sampai puluhan ribu yuan untuknya lewat internet,” tutur Fu. “Tetapi, dia semakin menjauh dan menunda-nunda membalas (pesan) setelah dua bulan kami ‘berhubungan’.”
Mengobrol sesekali dengan pasangan virtual memang bagus, kata Fu, namun obsesi bisa berbahaya.
“Anda akan menanggung konsekuensinya, dan itu besar sekali,” lanjut Fu.
Chen Xin juga melihat kisah-kisah serupa di dunia maya, dan mengatakan dirinya akan memperlakukan “hubungannya” dengan lebih rasional.
“Mengeluarkan uang untuk menjalin hubungan romantis online bisa membantu menghapus kesepian untuk sementara waktu,” kata Chen. “Namun pada akhirnya, Anda sendiri tetap harus kuat dan tabah dalam menghadapi masalah kehidupan.” [Xinhua]