WELLINGTON – Selandia Baru menjadi negara pertama di dunia yang memperkenalkan undang-undang untuk mewajibkan sektor finansial melaporkan dampak perubahan iklim terhadap bisnis mereka serta cara mereka mengatasi risiko maupun peluang terkait iklim, demikian diumumkan Menteri Perdagangan dan Urusan Konsumen Selandia Baru David Clark pada Selasa (13/4).
Rancangan Undang-Undang (RUU) Amendemen Sektor Keuangan (Pelaporan Terkait Iklim dan Masalah Lain) ini telah diajukan ke parlemen dan akan dibacakan pertama kali pada pekan ini.
Undang-undang tersebut memastikan organisasi keuangan melaporkan dan, pada akhirnya, mengambil tindakan atas risiko maupun peluang terkait iklim, ujar Clark.
“Menjadi negara pertama di dunia yang memperkenalkan undang-undang seperti ini berarti kami berkesempatan menunjukkan kepemimpinan nyata serta merintis jalan bagi negara-negara lain untuk mewajibkan pelaporan terkait iklim.”
Menteri Perubahan Iklim Selandia Baru James Shaw mengatakan undang-undang tersebut merupakan langkah lain menuju masa depan yang sejahtera dan ramah iklim bagi negaranya.
“Mewajibkan sektor keuangan melaporkan dampak perubahan iklim akan membantu kalangan bisnis mengidentifikasi aktivitas beremisi tinggi yang memunculkan risiko bagi kesejahteraan di masa mendatang, serta peluang yang dihadirkan melalui aksi perubahan iklim dan teknologi baru rendah karbon,” papar James Shaw.
RUU tersebut akan mewajibkan pelaporan terkait iklim bagi sekitar 200 organisasi, termasuk sebagian besar emiten terdaftar, bank besar terdaftar, perusahaan asuransi berlisensi, dan manajer skema investasi.
Menurut RUU ini, pelaporan harus dibuat sesuai standar iklim yang akan dikeluarkan oleh Dewan Pelaporan Eksternal. Jika RUU disetujui, pelaporan akan diwajibkan untuk tahun finansial yang dimulai pada 2022, artinya pelaporan pertama akan dilakukan pada 2023.
Otoritas Pasar Keuangan akan bertanggung jawab melakukan pemantauan independen dan penegakan kepatuhan entitas pelapor terhadap standar pelaporan baru. [Xinhua]