BEIJING, Dengan gemuruh kereta yang melaju di jalur-jalur baru, satu-satunya negara yang terkurung daratan di Asia Tenggara telah dibuka, siap bertransformasi menjadi pusat yang menghubungkan kawasan yang berkembang pesat itu ke berbagai pasar hingga sejauh Eropa.
Sejak resmi dibuka untuk lalu lintas pada 3 Desember lalu, Jalur Kereta China-Laos kian sibuk. Antrean pelancong di Laos mengular panjang untuk membeli tiket penumpang yang banyak dicari pada akhir pekan dan hari libur. Dalam waktu satu bulan, berbagai produk senilai lebih dari 100 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp14.325) diangkut melintasi perbatasan melalui Kota Kunming di China tenggara.
Bagi pembangunan, konektivitas adalah hal yang penting, terutama di era globalisasi. Ini merupakan kebutuhan paling mendesak bagi banyak negara berkembang, dan sebuah prioritas dalam apa yang secara luas dikenal sebagai “Xiconomics”, filosofi Presiden China Xi Jinping untuk mendorong baik pembangunan ekonomi dalam negeri maupun global.
Dipandu oleh Xiconomics, China telah mengerahkan upaya terbaiknya untuk membantu meningkatkan konektivitas global dan mendorong pertumbuhan bersama selama beberapa tahun terakhir, yang secara efektif meningkatkan globalisasi menjadi apa yang dapat disebut “growbalization” (growth plus globalization, atau pertumbuhan sekaligus globalisasi).
Kini, dengan pandemi yang meruyak, hal itu telah membuat perbedaan.
DI JALUR KERETA
Berkat Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra (Belt and Road Initiative), Jalur Kereta China-Laos telah rampung dan beroperasi, dan rakyat Laos akhirnya berhasil mewujudkan impian perkeretaapian mereka, kata Presiden Laos Thongloun Sisoulith.
Transportasi adalah hal yang sangat penting. Ini merupakan urat nadi suatu bangsa, juga dunia yang terglobalisasi. Seperti bunyi pepatah China populer, “Jalan akan membawa menuju kekayaan”.
Bank Dunia memperkirakan bahwa Jalur Kereta China-Laos dapat mengurangi secara signifikan biaya transportasi darat antara Vientiane dan Kunming sebesar 40 hingga 50 persen, dan sebesar 32 persen antara Kunming dan Pelabuhan Laem Chabang di Thailand. Karena jalur kereta ini menghubungkan Laos dengan jaringan Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra yang luas, termasuk Jalur Kereta Ekspres China-Eropa, pendapatan agregat di negara itu dapat ditingkatkan hingga 21 persen dalam jangka panjang.
Di seluruh Eurasia, Jalur Kereta Ekspres China-Eropa sejauh ini telah mengangkut barang senilai lebih dari 200 miliar dolar AS, yang sangat berkontribusi besar pada stabilitas rantai pasokan internasional.
Dalam beberapa dekade terakhir, China telah memperoleh manfaat dari globalisasi dan berkontribusi pada perkembangannya. Pada 2021, Produk Domestik Bruto (PDB) China meningkat 8,1 persen secara tahunan (year on year/yoy), memimpin dunia untuk pulih dari pandemi COVID-19 yang terjadi sekali dalam satu abad.
Globalisasi ekonomi adalah tren zaman, seperti ditegaskan oleh Xi dalam pidato pentingnya pada Senin (17/1) di sesi virtual Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) 2022, menyerukan upaya bersama untuk menjadikan “globalisasi ekonomi lebih terbuka, inklusif, seimbang, dan bermanfaat bagi semua” serta sepenuhnya melancarkan “vitalitas perekonomian dunia.”
“Kita perlu membuang mentalitas Perang Dingin serta mengupayakan koeksistensi damai dan hasil yang saling menguntungkan,” katanya, menyebut bahwa “konfrontasi tidak menyelesaikan masalah, tetapi justru mengundang konsekuensi yang sangat buruk.”
Ini bukan kali pertama presiden China itu memaparkan visinya tentang globalisasi. Lima tahun lalu, Xi menyatakan kesediaan China untuk berbagi pencapaian pembangunannya dengan dunia.
“Perkembangan China adalah peluang bagi dunia,” kata Xi dalam pidato utamanya pada pertemuan tahunan WEF 2017. “Kami akan menerima dengan tangan terbuka orang-orang dari negara-negara lain serta menyambut mereka di kereta ekspres pembangunan China.”
Di seluruh dunia, perkembangan dan kerja sama China dengan negara-negara lain telah mengubah jalan hidup banyak orang. Di Afrika, China membantu Kenya membangun jalur kereta pertama di negara itu sejak kemerdekaannya, yang menghubungkan dua kota terbesarnya, Nairobi dan Mombasa, serta memungkinkan orang-orang bekerja di kota-kota satelit dan berkumpul bersama keluarga hanya dalam hitungan jam.
Mohammad Nauman, seorang pemuda asal Pakistan, membuat keputusan karier tujuh tahun lalu ketika China dan Pakistan sepakat untuk membangun sistem metro pertama Pakistan. Nauman menjadi teknisi di perusahaan metro tersebut. Tahun 2020, jalur itu mulai beroperasi.
“Bagi saya, sungguh menakjubkan melihat seluruh konektivitas ini hadir di negara saya,” kata Nauman.
PEMBANGUNAN BAGI SEMUA
Nauman hanyalah satu di antara banyak orang yang telah menikmati peluang karier dari inisiatif yang diusulkan China, yang bertujuan untuk memanfaatkan perkembangannya sendiri guna mendorong pembangunan bersama bagi dunia.
“Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra menangani inti permasalahan negara-negara berkembang, yaitu infrastruktur yang efektif, dari jalur kereta dan pelabuhan hingga listrik dan komunikasi,” kata Robert Lawrence Kuhn, Kepala Kuhn Foundation, dalam sebuah wawancara baru-baru ini dengan Xinhua.
“Sejauh ini China paling berpengalaman dalam merancang dan membangun infrastruktur dalam beberapa dekade terakhir, dan komitmennya untuk bekerja sama dengan negara-negara berkembang merupakan langkah besar dalam mengatasi ketidakseimbangan global yang mendalam,” kata Kuhn.
Dengan membantu negara-negara turut memanfaatkan “kereta ekspres” miliknya, China mengupayakan hasil yang saling menguntungkan. Kini, negara itu menjadi pelaku globalisasi pertumbuhan yang memiliki posisi baik untuk semakin mendorong globalisasi ekonomi demi kemakmuran bersama.
Berbeda dengan apa yang telah dilakukan negara-negara Barat selama seabad terakhir, dorongan growbalization China didasarkan pada keterbukaan dan kesiapannya yang berkelanjutan untuk berbagi peluang pembangunan dengan seluruh dunia. Sejauh ini, Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra telah menjadi platform kerja sama internasional terluas dan terbesar di dunia.
China menghormati integritas negara-negara, menjunjung tinggi prinsip nonintervensi dalam urusan internal negara-negara lain, serta “menghormati kesetaraan semua negara, kecil ataupun besar, berkembang ataupun maju,” kata Kuhn.
Seruan untuk memajukan pembangunan bagi semua sejalan dengan upaya dalam negeri China untuk mengejar kemakmuran bersama, yang telah berhasil mengentaskan lebih dari 770 juta orang dari kemiskinan, suatu pencapaian spektakuler dalam sejarah umat manusia.
Di balik tujuan ini terdapat prinsip China yang mengutamakan rakyat. Dengan mendahulukan rakyat, pemerintah China telah mengidentifikasi secara akurat penyebab kemiskinan dan memobilisasi sumber daya yang besar untuk mengatasinya.
Kini, dengan meningkatnya ketidaksetaraan global dan COVID-19 yang menguak perpecahan sosial, prinsip yang sama semakin diprioritaskan dalam dorongan growbalization China.
“Apa pun kesulitan yang mungkin menghadang kita, kita harus mematuhi filosofi pembangunan yang berpusat pada rakyat, menempatkan pembangunan dan penghidupan sebagai fokus dalam kebijakan makro global,” kata Xi dalam pidatonya pada Senin.
Mulai dari menerapkan inisiatif utama dalam kerja sama China-Afrika hingga memajukan integrasi ekonomi regional di kawasan Asia-Pasifik, tindakan China yang membumi telah memberikan manfaat nyata bagi semua orang yang terlibat.
“Saya rasa ada pemahaman bersama bahwa China adalah kekuatan nyata untuk kebaikan. (Negara) itu bersungguh-sungguh dalam ucapannya. Dan (negara) itu mengatakan kepada diri sendiri apa yang harus dilakukannya, dan juga menerapkannya,” kata Jean-Jacques de Dardel, mantan duta besar Swiss untuk China. “Saya pikir China telah melakukan pekerjaan yang hebat.”
Seperti dikatakan Presiden Xi, “pembangunan sejati hanya dapat terwujud ketika negara-negara berkembang bersama, dan kemakmuran sejati hanya dapat terwujud ketika negara-negara menjadi makmur bersama.” Selesai