LOS ANGELES – Amerika Serikat (AS) telah membayar mahal untuk rutinitas Perang Dingin yang dipeliharanya dan sebaiknya tidak meluncurkan Perang Dingin baru melawan China, yang diperkirakan akan menciptakan hambatan untuk hidup berdampingan, demikian disampaikan seorang peneliti lembaga pemikir.
Dalam sebuah opini yang diterbitkan pada Minggu (18/4) di Los Angeles Times, Andrew Bacevich, Presiden Quincy Institute for Responsible Statecraft, mengatakan bahwa Perang Dingin baru pasti akan memusatkan hubungan China-AS pada persaingan dan konfrontasi militer, yang mungkin saja berlangsung selama berdekade.
“Hanya mereka yang mengabaikan bahaya dan malapetaka nyata yang ditimbulkan Perang Dingin pertama yang dapat menerima prospek seperti itu,” tulisnya.
Bacevich berpendapat bahwa AS masih saja memelihara dan menggunakan kembali rutinitas mahal yang digunakannya untuk mengobarkan Perang Dingin bahkan setelah akhir tahun 1980-an, ketika Perang Dingin mereda. Hal tersebut ditunjukkan dari anggaran pertahanan AS yang besar serta kehadiran aktif dan intervensi militer di luar negeri.
Peneliti tersebut mengatakan bahwa referensi berulang pada Perang Dingin menghalangi imajinasi, dan pengelolaan hubungan China-AS akan menjadi proposisi rumit yang membutuhkan “kebijaksanaan dan wawasan yang lebih besar daripada yang ditunjukkan oleh penguasa Washington dalam beberapa tahun terakhir.”
Kenyataannya adalah bahwa kedua negara saling bergantung satu sama lain, paling tidak secara ekonomi, katanya, seraya menambahkan bahwa ini masih akan menjadi kasus yang tidak terbantahkan, dan tidak akan ada alternatif lain yang bisa diterima selain hidup saling berdampingan. [Xinhua]