CANBERRA – Ratusan nyawa mungkin dapat diselamatkan seandainya larangan senjata serbu federal diberlakukan selama empat dekade terakhir di Amerika Serikat (AS), demikian ditemukan dalam studi dari Universitas New York.
Media Australia The Conversation pada Rabu (8/6) melaporkan studi yang mengevaluasi dampak dari larangan federal selama 10 tahun terkait senjata serbu terhadap insiden penembakan massal di AS.
Selama 10 tahun antara 1994 sampai 2004, ketika larangan tersebut diberlakukan, angka kematian akibat insiden penembakan massal turun, menurut studi itu.
Namun, setelah masa berlaku larangan itu berakhir, negara tersebut “hampir seketika mencatat kenaikan drastis dalam hal kematian akibat penembakan massal.”

Risiko kematian yang dihadapi setiap orang di AS dalam penembakan massal tercatat 70 persen lebih rendah pada periode ketika larangan senjata serbu itu masih berlaku. Sementara itu proporsi pembunuhan dengan senjata api secara keseluruhan akibat penembakan massal juga turun, dengan sembilan kematian yang berkaitan dengan penembakan massal lebih sedikit per 10.000 kematian akibat penembakan, menurut data.
Studi tersebut mengindikasikan bahwa seandainya larangan senjata serbu federal diberlakukan mulai tahun 1981 hingga 2017, 314 dari 448 kematian akibat insiden penembakan massal mungkin dapat dicegah.
Sulit untuk menyimpulkan bahwa kembali memberlakukan larangan senjata serbu itu akan memiliki dampak besar dalam meredam peristiwa penembakan massal, karena warga Amerika diizinkan untuk membeli dan menyimpan senjata semacam itu dalam 18 tahun terakhir, sebut laporan itu. “Namun, mengingat banyaknya pelaku penembakan massal yang menyedot perhatian dalam beberapa tahun terakhir membeli senjata kurang dari setahun sebelum melakukan aksi mereka, bukti menunjukkan bahwa pelarangan itu mungkin saja (berdampak besar).” [Xinhua]