CHICAGO – Virus COVID-19 varian Delta tidak terlalu lincah dalam menghindari antibodi yang dihasilkan oleh vaksinasi, menurut sebuah studi dari Fakultas Kedokteran Universitas Washington di St. Louis.
Beberapa studi sebelumnya menunjukkan bahwa baik infeksi alami maupun vaksinasi menghasilkan produksi antibodi yang bertahan lama. Sementara panjangnya respons antibodi adalah salah satu aspek perlindungan, luasnya juga menjadi aspek penting.
Untuk menilai luasnya respons antibodi terhadap SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19, para peneliti mengekstraksi sel penghasil antibodi dari tiga orang yang telah menerima vaksin Pfizer. Mereka kemudian menumbuhkan sel tersebut di laboratorium dan memperoleh satu set 13 antibodi yang menargetkan galur asli yang mulai menyebar tahun lalu.
Para peneliti menguji antibodi itu terhadap empat varian virus COVID-19 yang termasuk dalam variant of concern, yaitu Alpha, Beta, Gamma, dan Delta. Dua belas dari 13 antibodi itu mengenali varian Alpha dan Delta, delapan mengenali keempat varian, dan satu gagal mengenali seluruh varian.
Para peneliti menemukan bahwa lima dari 13 antibodi dapat menetralkan galur asli. Ketika mereka menguji antibodi penetral terhadap varian baru, kelima antibodi menetralkan varian Delta, tiga antibodi menetralkan Alpha dan Delta, dan hanya satu antibodi yang menetralkan keempat varian.
Antibodi yang dapat menetralkan keempat varian virus COVID-19 dalam variant of concern, serta tiga varian tambahan yang diuji secara terpisah, disebut 2C08. Dalam percobaan pada hewan, 2C08 juga melindungi hamster dari penyakit yang disebabkan oleh setiap varian yang diuji: varian asli, Delta, dan tiruan Beta.
Menggunakan basis data yang tersedia untuk umum, para peneliti menemukan bahwa sekitar 20 persen orang yang terinfeksi atau divaksinasi SARS-CoV-2 memproduksi antibodi yang mengenali titik yang sama pada virus yang ditarget oleh 2C08. Selain itu, sangat sedikit varian virus, hanya 0,008 persen, yang membawa mutasi yang memungkinkannya lolos dari antibodi yang menargetkan titik tersebut. Temuan itu dipublikasikan dalam jurnal Immunity pada Senin (16/8). [Xinhua]