NEW YORK CITY – Kesepakatan kapal selam bertenaga nuklir antara Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia yang belum lama ini diumumkan memiliki kelemahan besar, kata mantan perdana menteri (PM) Australia Kevin Rudd.
Berbicara dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh Pusat Kebijakan Energi Global di Universitas Columbia pada Senin (20/9), Rudd mengatakan pembatalan sepihak pemerintah Australia dari kontrak kapal selam dengan Prancis dan beralih ke kapal selam bertenaga nuklir terjadi dengan “sangat mengejutkan.”
Bukan seperti ini cara memperlakukan mitra, teman, dan sekutu Prancis, kata Rudd, yang kini menjabat sebagai presiden sekaligus CEO organisasi nirlaba Asia Society.
Beralih dari kapal selam bertenaga konvensional ke kapal selam bertenaga nuklir dengan menyebut alasan teknis, “mengapa Prancis tidak diundang untuk mengikuti tender? Karena mereka juga mengoperasikan kapal selam nuklir,” kata Rudd.
Armada kapal selam bertenaga nuklir yang akan dibangun untuk Australia ini secara efektif dapat menjadi bagian dari Angkatan Laut Amerika Serikat karena Australia tidak memiliki industri nuklir sipil, lanjutnya.
Australia, Inggris, dan Amerika Serikat belum lama ini mengumumkan kemitraan keamanan baru yang dikenal sebagai AUKUS. Inisiatif pertama berdasarkan kemitraan ini adalah pengiriman armada kapal selam bertenaga nuklir ke Australia oleh Inggris dan Amerika Serikat.
Tak lama setelah kesepakatan baru itu diumumkan, Australia mengumumkan pihaknya akan membatalkan kesepakatan pembelian 12 kapal selam diesel-listrik konvensional dengan Prancis yang ditandatangani pada 2016.
Sebagai protes atas kesepakatan baru tersebut, Prancis menarik duta besarnya untuk Amerika Serikat dan Australia.
Kesepakatan baru itu juga memicu kekhawatiran luas di seluruh dunia, dengan banyak ahli dan pengamat mengeluhkan bayang-bayang panjang dari kesepakatan tersebut atas keamanan kawasan di Asia-Pasifik dan upaya nonproliferasi global. [Xinhua]