TOKYO – Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang untuk tahun fiskal 2020 menyusut 4,6 persen secara riil. Penurunan ini terjadi selama dua tahun berturut-turut, menurut data statistik pemerintah yang diungkapkan pada Selasa (18/5).
Angka tersebut mewakili kontraksi tahunan terbesar yang tercatat sejak data mulai dihimpun pada tahun fiskal 1955, sebagaimana ditunjukkan dalam data awal yang dirilis oleh Kantor Kabinet.
Rekor penurunan sebelumnya terjadi pada tahun fiskal 2008, yang ditandai krisis keuangan global, dengan penyusutan sebesar 3,6 persen.
Sementara itu, data statistik pemerintah menunjukkan ekonomi Jepang pada periode Januari-Maret mengalami kontraksi tahunan sebesar 5,1 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Penyusutan ini menjadi yang pertama dalam tiga kuartal akibat diumumkannya status keadaan darurat kedua terkait pandemi COVID-19.
Penurunan PDB riil, nilai total barang dan jasa yang diproduksi di Jepang yang disesuaikan dengan inflasi, sejalan dengan kontraksi 1,3 persen pada basis kuartalan yang disesuaikan secara musiman, seperti ditunjukkan data pemerintah.
Di tengah lonjakan kembali kasus penularan COVID-19 sejak November, pemerintah Jepang menyatakan status keadaan darurat kedua pada awal Januari untuk wilayah metropolitan Tokyo. Status keadaan darurat itu diperluas menjadi 11 dari 47 prefektur di Jepang dalam waktu sepekan sebelum sepenuhnya dicabut pada akhir Maret.
Status keadaan darurat yang mewajibkan masyarakat untuk tetap berada di rumah serta mengharuskan restoran dan bar mempersingkat jam operasional mereka menyebabkan angka konsumsi pribadi turun tajam sebesar 1,4 persen. [Xinhua]