SHANGHAI – Total investasi saham China di Afrika melonjak dari 210 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp14.272) menjadi 47,35 miliar dolar AS sejak pembentukan Forum Kerja Sama China-Afrika pada 2000 lalu, menurut sebuah laporan yang dirilis pada Kamis (9/9).
Berdasarkan pada evaluasi China terkait skala ekonomi, struktur industri, vitalitas investasi, faktor risiko, lingkungan, dan potensi investasi di 54 negara Afrika, laporan yang dirilis oleh Universitas Bisnis dan Ekonomi Internasional Shanghai itu merangkum sejumlah faktor utama yang akan memengaruhi investasi dan tren pada masa mendatang di benua tersebut.
Menurut laporan itu, perusahaan-perusahaan China telah berkontribusi besar terhadap industrialisasi, stabilitas sosial, dan kemakmuran ekonomi di Afrika lewat peningkatan transfer teknologi, penguatan pengadaan lokal, dan penyediaan peluang kerja.
Laporan itu menunjukkan bahwa hingga 2019, China telah menanamkan investasi di 52 dari 54 negara Afrika. Terkait investasi saham, Afrika Selatan, Republik Demokratik Kongo, Angola, Zambia, Ethiopia, Nigeria, Ghana, Aljazair, Zimbabwe, dan Kenya menduduki 10 peringkat teratas, menyumbang 63 persen dari total investasi saham langsung China di Afrika.
Laporan itu menyatakan bahwa merebaknya wabah COVID-19 tidak memengaruhi lanskap kerja sama ekonomi antara China dan Afrika, tetapi malah menginspirasi China dan negara-negara Afrika untuk bergandengan tangan dalam mengatasi berbagai kesulitan.
Data statistik menunjukkan bahwa total investasi langsung China di Afrika tumbuh dari 2,71 miliar dolar AS pada 2019 menjadi 2,96 miliar dolar AS pada 2020, berkebalikan dengan tren yang ada.
Namun, laporan itu juga mengindikasikan bahwa, kendati China menjadi salah satu investor utama di Afrika mengingat total investasi negara itu di benua tersebut terus tumbuh, Afrika masih tertinggal jauh di belakang benua lainnya dalam hal investasi dari China.
Afrika hanya menyumbang 2 persen dari total aliran investasi asing China pada 2019 dan investasi saham negara itu selama bertahun-tahun, yang menunjukkan bahwa potensi investasi China di benua tersebut belum dimanfaatkan secara optimal.
Laporan itu akan dirilis setiap tahun, menurut Universitas Bisnis dan Ekonomi Internasional Shanghai. [Xinhua]