YOGYAKARTA, WB – Pengamat dari The Jakarta Institute, Rahmat Sholeh menyarankan agar sebaiknya Presiden Joko Widodo (Jokowi) sesegera mungkin mengangkat calon kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang baru untuk menggantikan posisi Marciano Norman.
Selain diperlukannya informasi dari intelijen untuk tetap menjaga kestabilan roda pemerintahan, hal ini juga bertujuan menyudahi konflik berkepanjangan antara KPK dan Polri.
“Seharusnya Presiden bisa bekerja dengan cepat dalam merespon persoalan yang krusial yang terjadi saat ini. Jangan malah kelihatan bingung sendiri,” Kata Rahmat saat ditemui wartawan di sela-sela acara Kongres Umat Islam di Hotel Inna Garuda Yogyakarta, Selasa(10/02/2015).
Menurut Rahmat, Presiden merupakan single client dari BIN yang notabene saat ini masih dalam kendali Marciano Norman, yang juga menjabat jabatan yang sama di bawah kepemimpinan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). “Kepala intelijen tidak etis melayani dua presiden yang berbeda”, tegasnya.
Untuk itu, Rahmat meminta supaya Presiden punya ketegasan sikap dalam menunjuk pimpinanan-pimpinan instansi baru yang dibutuhkan masyarakat agar polemik yang terjadi tak berlarut-larut. Karena, menurut pandangan Rahmat, bisa saja para pimpinan di instansi tersebut masih sarat dengan kepentingan Presiden SBY.
“Coba lihat dengan kondisi seperti ini, baik BIN, KPK dan Polri maupun instansi lannya tidak bisa bekerja maksimal karena semua berusaha melakukan lobi-lobi dan cari uang sendiri-sendiri dan sudah tidak memikirkan institusi yang di pimpin. Ini bisa mengganggu keamanan dan stabilitas nasional,” ujarnya.
Menyikapi hal tersebut dan agar tidak menimbulkan kekhawatiran di mata publik, Rahmat mendesa agar Presiden Jokowi sesegera mungkin memilih calon Kepala BIN yang baru. Apalagi wacana pergantian Kepala BIN ini sudah digulirkan sejak empat bulan lalu.
Rahmat mengatakan, belum lagi persoalan antara KPK vs Polri yang sudah lebih dari sepekan belum juga menunjukkan titik temu. Hal ini yang dikhawatirkan apabila pemilihan Kepala BIN kembali molor.
“Mata telinga dan ujung tombak dari pemerintahan Jokowi seperti sengaja dimandulkan oleh pihak-pihak tertentu, di mana intelijen negara sudah dijadikan alat untuk memperkeruh konflik antar instansi,” imbuhnya.[]