JAKARTA, WB – Politisi muda, Poempida Hidayatulloh berpandangan bahwa, mau apapun gaya seorang pemimpin didalam menjalankan roda pemerintahan di republik ini tidak lah menjadi masalah.
Politisi yang terdepak dari partai Golkar itu menuturkan, seorang pemimpin mau bergaya feminin ataupun maskulin silahkan asal roda pemerintahannya sesuai harapan rakyat.
“Gaya feminin ataupun maskulin dalam menjalankan roda pemerintahan tidaklah salah. Yang terpenting penerapannya secara tepat,” ujar politisi jebolan University of London, Inggris itu, dalam pesan singkatnya kepada wartabuana.com, Senin (8/9/2014).
Maksud ungkapan dari kata “maskulin dan Feminin” yang diutarakan dari suami Fahrina Fahmi Idris itu adalah menanggapi sindiran yang merebak tentang istilah “Bedak dan Gincu dalam Pemerintah”, secara positif.
“Bedak dan Gincu Pemerintah` atau bahasa halusnya, tentang karakter feminin bangsa Indonesia ala SBY, dan pencitraan semata serta kekhawatiran terhadap pemerintahan terpilih nanti Jokowi-JK mendatang,” papar Politisi yang bermarkas di komisi IX itu.
Gaya pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), lanjut Poempida, dinilai feminin ditunjukan berdasarkan hasil selama kepemimpinan SBY, dimana kawasan regional maupun internasional, menilai Indonesia sebagai bangsa ramah dengan mengupayakan stabilitas dan keberlanjutan hubungan.
“Tidak ada yang salah dengan karakter `feminin` seperti sifat lembut dan menjauhi konflik. Juga tidak ada yang salah dengan kualitas karakter `maskulin` seperti tangguh, keras, dan menyerang,” tegasnya.
Yang terpenting, lanjut politisi yang berangkat dari dapil Sumatera Barat 1 itu, sikap atau gaya penerapannya dilakukan secara tepat sesuai dengan konteks dan kondisinya.
“Indonesia menjadi seperti saat adalah karena sentuhan feminin dan maskulin para pemimpin sebelumnya. Saya bangga menjadi bagian dari sejarah dan perjalanan Indonesia menuju kebesarannya,” tandas Poempida. []