JAKARTA, WB – Koordinator Kuasa Hukum pasangan calon presiden Prabowo -Hatta, Mahendrata menilai, langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) memerintahkan KPU Daerah (KPUD) untuk membuka kotak suara hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) jelas sebagai pelanggaran kode etik.
Atas itupun, Mahendradatta meminta agar majelis sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dapat memprioritaskan kasus tersebut.
“Selaku koordinator umum Kuasa Hukum Prabowo-Hatta, kami harus ajukan pembahasan kotak suara sebelum ada putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK). Kami melihat ini sebuah rencana terstruktur dari awal. Karena itu kami mohon Majelis dapat segera memberi keputusan,” ujar Mehendrata di hadapan Majelis Sidang Kode Etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Senin (11/8/2014).
Menurutnya, instruksi untuk membuka kotak suara oleh KPU, diduga telah melanggar kode etik, karena MK baru memberi izin pada Jumat (8/8/2014) lalu. Sementara itu pembukaan kotak suara telah dilakukan sejumlah KPUD atas surat edaran KPU tertanggal 25 Juli.
“Surat edaran yang dikeluarkan KPU tak ada gantungan hukumnya. Implementasinya di lapangan juga membuat carut marut. Yang kami sampaikan disertai bukti-bukti,” katanya.
Mahendradatta kemudian memberi contoh sebagaimana temuan di daerah Jakarta. Kotak suara tidak hanya dibuka, difotokopi dan kemudian digembok kembali. Namun juga kotak suara dibawa pergi.
“Yang lebih lucu di KPU Lahat (Sumatera Selatan), semua diangkut (surat suaranya). Kotak suara yang kosong kita foto,” katanya.
Banyaknya temuan janggal itupun, Tim Prabowo-Hatta menilai kasus ini cukup penting dan bahkan sangat berbahaya jika dibiarkan, karena hasil dari perintah KPU terkait pembukaan kotak suara, dibawa ke MK.
“Profesor Jimly sedikit banyak memiliki pengalaman tatacara persidangan di MK. Bahwa dalam berperkara bukti yang diajukan haruslah merupakan bukti yang diperoleh secara sah. Bukan yang diperoleh dengan cara ilegal,” tandasnya. []