JAKARTA, WB – Pelaksanaan Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 sudah dilalui dengan aman. Namun keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bukanlah akhir dari kemenangan Jokowi-JK. Kubu Prabowo-Hatta menolak hasil Pilpres yang telah ditetapkan KPU. Mereka, mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar membatalkan keputusan KPU.
KPU telah menetapkan pasangan Jokowi – JK sebagai pemenang Pilpres 2014 pada tanggal 22 Juli. Jokowi-JK memperoleh 70.997.833 suara atau (53,15 persen), sementara rivalnya Prabowo-Hatta memperoleh 62.576.444 suara (46,85 persen).
Proses Pilpres ini menjadi panjang, kubu Prabowo-Hatta menuding KPU tidak kredibel, karena banyak ditemukan kecurangan terstruktur, sistematis dan masif. Mereka menyoalkan adanya rekayasa selama proses rekapitulasi berjenjang dari tingkat TPS ke PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, hingga KPU Pusat.
Meski membutuhkan data yang kuat untuk membuktikan adanya kecurangan dalam Pilpres. Kubu Prabowo mengaku, sudah memiliki data valid dan otentik mengenai adanya dugaan kecurangan yang dilakukan KPU. Data itu akan disampaikan dan diuji kebenarannya dalam sidang perdana MK hari ini.
Kini nasib ratusan juta suara rakyat Indonesia ada ditangan 9 hakim MK. Lembaga hukum tertingi itu menjadi `arena` peradilan terakhir yang memiliki keputusan final dan mengikat atas perselisihan pemilu presiden 2014. Apapun keputusan nanti diharapkan semua pihak yang berselisih menerima dengan legowo.
Namun permasalahnya, apakah MK sudah bisa memutus perkara dengan independen, dan bebas dari intervensi partai politik. Pasalnya taring yang dimilik MK tidak setajam dulu, menyusul dengan ditangkapnya mantan Ketua MK Akil Mochtar oleh KPK terkait kasus korupsi suap pengurusan sengketa Pilkada di berbagai daerah. Nama dan kewibawaan MK seketika hancur dan tercoreng oleh ulah Akil Mochtar.
Ketua MK Hamdan Zoelva sempat mengatakan, bahwa dibawah kepemimpinannya bersifat independen, tidak memihak dan bebas dari kepentingan partai politik, meski ia sendiri pernah menjadi pengurus Partai Bulan Bintang (PBB) yang kini menjadi partai pendukung Prabowo-Hatta.
“Sebelum saya masuk hakim MK, saya sudah melepaskan ikatan saya dengan organisasi apa pun, termasuk parpol. Saya kerja di MK secara mandiri dan independen berdasarkan keyakinan saya sebagai hakim,” ujar Hamdan, di Jakarta, Selasa (5/8/2014).
“Jadi percayalah, kami akan memutuskan sebaik-baiknya berdasarkan bukti dan fakta dalam persidangan,” jelasnya.
Sembilan hakim MK, mereka adalah Hamdan, Zoelva, Arief Hidayat, Ahmad Fadli Sumadi, Wahiduddin Adams, Maria Farida Indrati, Anwar Usman, Patrialis Akbar, Aswad, dan Muhammad Alim. Mereka dituntut oleh masyarakat untuk bisa menyelesaikan sengketa Pilpres sesuai dengan fakta dan bukti dipersidangan. []