JAKARTA, WB – Ratusan masa aksi yang tergabung dalam Jaringan Aksi Mahasiswa Indonesia (JAM Indonesia) Kembali mendatangi Gedung KPK. Mereka meminta kepada Pimpinan KPK Abraham Samad untuk segera mengusut dugaan kasus korupsi yang diduga dilakukan calon wakil presiden nomor urut 1 Hatta Rajasa.
Menurut koordinator aksi, Rajana mengatakan, ditengah-tengah semangat lahirnya demokrasi, ternyata muncul seseorang yang diduga kuat melakukan tindak pidana korupsi. Lebih disayangkan lagi orang tersebut bagian dari pejabat tinggi negara yang kini dicalonkan sebagai wakil presiden.
Raja mengungkapkan, banyak dugaan indikasi korupsi yang melekat kepada dirinya salah satunya yakni, mark up atau penglembungan dana biaya pengiriman kereta api hibah dari Jepang saat dirinya menjabat sebagai Menteri Perhubungan. Kemudian dugaan sebagai imam perampokan berjamaah di Pertamina dan PT. TPPI.
“Jika hari ini KPK melihat Hatta Rajasa sebagai orang dekat SBY, sehingga bisa sakti dan kebal hukum, maka penindasan atas Bapak korupsi Indonesia hanya akan isapan jempol,” ujarnya di KPK, Rabu (18/6/2014).
Selain meminta untuk pengusutan, JAM Indonesia, secara simbolik juga memberikan piala kepada KPK. Menurut Raja piala itu sebagai bentuk gambaran bahwa Hatta adalah contoh koruptor nomor satu, yang sampai saat ini masih tampak tenang dan bebes berkelirian.
“Kami memberikan `Award` karena hanya beliau yang bisa lolos dan tetap eksis bahkan tidak terciderai aktualisasinya, ditengah serangkaian dugaan korupsi yang melekat pada dirinya,” jelasnya.
Beberapa kasus yang diduga melibatkan Hatta Rajasa sebenarnya sudah lama menjadi isu yang menarik di media. Seperti kasus pengiriman kereta hibah dari Jepang. Kasus ini sudah sempat dilaporkan ke Jaksa dan kepolisian, namun belum menemukan hasil.
Raja menilai, pencalonan Hatta sebagai calon presiden adalah cacat moral. Terlebih saat Hatta menyampaikan pandangan hukumnya dalam acara debat Capres cawapres pertama di Balai Sarbini Jakarta. Dalam menyampaikan visi-misinya terkait kepastian hukum Hatta mengatan.
“Hukum jangan tajam kebawah, tumpul ke atas,” pernyataan itu dinilai hanya basa basi dan tidak sesuai dengan kenyataan dengan kondisi putra bungsunya Rasyid Hatta Rasaja yang telah menabrak dua orang sampai tewas tapi akhirnya dihukum bebas.[]