JAKARTA, 14 Maret (Xinhua) — Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia (RI) Sri Mulyani Indrawati pada Kamis (13/3) mengatakan bahwa pergeseran dinamika ekonomi global di bawah pemerintahan Amerika Serikat (AS) saat ini telah menyebabkan meningkatnya ketidakpastian, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia.
“Tatanan dunia yang selama 50 tahun terakhir didasarkan pada aturan multilateral, kini diabaikan,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta.
Sri Mulyani menekankan bahwa sejak pemerintahan baru AS berkuasa, kebijakan unilateral dari perekonomian terbesar di dunia tersebut semakin dominan, mengubah peraturan interaksi internasional. Lingkungan global yang tidak menguntungkan ini mempersulit pemerintah di seluruh dunia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, imbuhnya.
Bagi Indonesia, pertumbuhan ekonomi 2025 diproyeksikan mencapai 5,02 persen, menyusul ekspansi 5,03 persen pada 2024. “Saya harus menekankan bahwa mempertahankan pertumbuhan di atas 5 persen bukanlah hal yang mudah bagi negara mana pun, terutama di tengah gangguan global yang luar biasa,” katanya.

Sri Mulyani menyebut bahwa ketidakpastian global juga membebani rupiah dan imbal hasil obligasi pemerintah.
Hingga Senin (10/3), nilai tukar rupiah melemah menjadi 16.340 per dolar AS, dengan rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang tahun ini (year to date/ytd) berada di angka 16.309 per dolar AS. Pada akhir 2024, nilai tukar rupiah berada di level 16.162 per dolar AS, dengan rata-rata tahunan sebesar 15.847 per dolar AS.
Sejak Januari, dan khususnya sejak pemerintahan baru AS dilantik, banyak kebijakan eksekutif AS yang terus menimbulkan gejolak, tuturnya. Gejolak ini dirasakan di seluruh dunia, dan hal ini tercermin dalam nilai tukar rupiah.
Sementara itu, imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia bertenor 10 tahun berfluktuasi karena perkembangan global, mencapai 6,88 persen hingga Senin, dengan rata-rata secara ytd sebesar 6,98 persen. Selesai