WARTABUANA – Seni drama (teater) dinilai dapat menjadi media potensial untuk pembelajaran, pembinaan karakter dan peningkatan komptensi bagi anak-anak muda. Pembelajaran tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata anak-anak muda dalam kehidupan sehari-hari.
Demikian antara lain harapan yang mengemuka dalam penyelenggaraan acara “Lokakarya Kaum Muda MAP #3: Lokakarya Teater,” yang berlangsung di Desa Wisata Hotel, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Sabtu (20/11/2021). Lokakarya Teater ini berlangsung hingga, Minggu, 21 November 2021.
“Mobile Arts for Peace (MAP) Indonesia memberi pelatihan dan peningkatan kapasitas di bidang drama. Seni untuk pemberdayaan, sekaligus mengembangkan ruang-ruang yang aman, inklusif dan progresif untuk berdialog. Mendengarkan secara aktif dan berbagi cara penyelesaian masalah demi mewujudkan perdamaian,” ujar Ketua Proyek Mobile Arts for Peace (MAP) Indonesia, Dr. Harla Sara Octarra, M.Sc.
Berdasarkan baseline study di tahun 2020 dan hasil Loka Pasar MAP di bulan Juni 2021, terang Dr. Harla Sara, seni teater diminati kaum muda dan memiliki potensi mengangkat isu-isu perdamaian lewat dialog.
Sejumlah pelaku seni yang menjadi narasumber pada lokakarya teater tersebut, antara lain Jose Rizal Manua, Eddie Karsito, Adinda Luthvianti, Andika Ananda, Dina Triastuti, serta lembaga seni Kalanari Theatre, dan Studio Hanafi.
“Mereka memiliki pengalaman kreatif untuk teater pemberdayaan dan biasa bekerjasama dengan anak-anak muda. Berdasarkan pemahaman ini, Unika Atma Jaya Jakarta meminta kesediaan mereka menjadi Fasilitator Lokakarya Teater MAP ini,” terang Harla.
Mobile Arts for Peace (MAP), kata Harla, adalah program yang diinisiasi University of Lincoln, UK – Inggris. Merupakan program berbasis seni dan budaya yang melibatkan anak-anak muda, untuk membangun kesepahaman dan perdamaian, khususnya di empat Negara; Kyrgyzstan, Rwanda, Indonesia, dan Nepal.
Lokakarya Teater MAP ini diikuti para remaja yang tergabung di dua lembaga mitra MAP, Red Nose Foundation, dan Forum Anak Budi Mulia Pademangan Jakarta.
Mengetengahkan pohon masalah terkait fenomena seks komersil di kalangan remaja (Forum Anak Budi Mulia), dan pentingnya pendampingan anak belajar secara produktif di tengah semakin masifnya pengaruh negatif media sosial (Red Nose Foundation).
Observasi diperoleh dengan melakukan pengamatan dan wawancara mendalam di sekitar masyarakat tempat tinggal mereka.
“Kelompok sasarannya adalah kaum muda usia 12 – 24 tahun yang memiliki kerentanan karena pengalaman kekerasan ataupun lokasi tempat tinggalnya masuk kategori padat penduduk dan miskin,” papar Harla.
Mobile Arts for Peace (MAP) bertujuan jangka panjang yang menurut rencana akan dilaksanakan hingga tahun 2024 mendatang.
Daerah Khusus Ibukota Jakarta menjadi basis awal pelaksanaan kegiatan yang melibatkan anak-anak muda rentang usia 12 – 24 tahun ini.
Projek Mobile Arts for Peace (MAP) di Indonesia, dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta dan sejumlah lembaga terkait.
Seniman dan lembaga seni yang bertindak sebagai penimbang/konselor di project Mobile Arts for Peace (MAP) ini, adalah Jose Rizal Manua dan Eddie Karsito (seniman), Padepokan Ciliwung Condet (PCC), Yayasan Peduli Musik Anak, Rumah Film Kalamtara, Kalanari Theatre Movement, dan Studio Hanafi.
Lembaga seni yang terlibat sebagai mitra adalah, Yayasan Bandungwangi, Yayasan Bina Matahari Bangsa (YBMB), Yayasan Hidung Merah, Wahana Visi Indonesia AP Urban Jakarta, Yayasan Anak Bangsa Indonesia (YABI), Lembaga Perlindungan Anak (LPA) DKI Jakarta, Sanggar Anak Akar, Forum Anak RPTRA Cipinang Besar Utara Jakarta, dan Forum Anak Budi Mulia Pademangan Jakarta.[]